Ekkesiologi
disusun oleh: Lukianos Class
Kumpulan tugas Ekklesiologi
KONSEP GEREJA MENURUT REFORMATOR
Oleh:
Dedi A. E. Hia
Natalia B.
Rut A. Djama
BAB I
PENDAHULUAN
Gereja dalam
panggilannya mengalami kemerosotan yang cukup hebat, para pemimpin gereja tidak
bertanggungjawab dengan tugasnya, moral rohanian jemaat mengalami kelemahan,
dan ini menjadi pergumulan bagi banyak hamba Tuhan yang melayani Tuhan dengan
sungguh-sungguh. Dalam materi ini akan dibahas bagaimana ada pandangan yang
membangun dan mengubah kembali konsep gereja kearah gereja yang sesungguhnya.
A.
Latar Belakang
Para reformator
adalah orang-orang yang dipakai Tuhan dalam sejarah gereja yang melakukan
kegerakan melawan struktur gereja yang sudah dibangun pada masa romawi, dengan
berbagai ajaran yang hampir 99,9% dari 100% tidak sesuai dengan kebenaran
Alkitab, untuk itulah konsep gereja menurut para reformator dikemukakan hingga
zaman ini konsep mereka masih ada dan dipakai oleh gereja-gereja.
Maka muncul reformasi Luther (1483-1546) sebagai gerakan pembaharuan
dalam kontaks gereja katolik Roma akhir abab pertengahan. Luther memulai
pembaharuan bukan dari gerejanya melainkan dari pemahaman mengenai cara manusia
memperoleh keselamatan. Johanes Calvin (1509-1565) dalam institutio. gereja
adalah alat utama yang diberikan Allah kepada orang-orang percaya untuk
mewujudkan persekutuan dengan Kristus. dimana Calvin melihat gereja yang benar
dimana firman diberitakan secara benar dan sakramen-sakramen dilayakan sesuai
Firman Tuhan. melalui persekutuan orang percaya yang dipersatukan oleh Allah.[1]
sedangkan Zwingli memunculkan pola gereja (1530-an) itu adalah pola Zwingli
untuk menyerahkan disiplin gerejawi kepada pemerintah sekuler.[2]
B.
Rumusan masalah
·
Apa pengertian gereja ?
·
Bagaimana konsep gereja menurut para
Reformator?
·
Apa yang menjadi penekanan masing-masing konsep dari para reformator?
C.
Tujuan
Dari rumusan
masalah diatas untuk mengetahui tujuan dari materi yang dibahas.
·
Untuk
mengetahui pengertian gereja
·
Untuk mengetahui konsep gereja menurut
para reformator
·
Untuk dapat membedakan masing-masing
penekanan dari konsep gereja menurut para reformator
BAB II
ISI
A.
Pengertian
Gereja
Dalam perjanjian lama mempunyai dua pengertian gereja
yakni Qahal dan Edah. Istilah Qahal berarti
“jemaat” dan Edah “bertemu atau
datang berkumpul bersama-sama ditempat yang telah ditunjukkan. Oleh sebab itu
istilah Qadah Edah dipakai dalam Perjanjian Lama berarti menunjuk kepada jemaah
Israel. Sedangkan dalam Perjanjian Baru mempunyai berasal dari kata Yunani
Ekklesia (ekklhesia) yang berasal dari kata ek “keluar” dan kaleo “memanggil.
Yang berarti sebagai kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia
(kegelapan) kepada terang-nya yang ajaib (1 Petrus 2:9). Berbalik kegelapan
kepada terang (KPR 26:18).[3]
Pengertian gereja dalam bahasa Yunani mengistilahkan
Ekklesia yang berarti pertemuan atau sidang yang dipergunakan di kota yang
sudah resmi. Kata Ekklesia ini juga dipakai golongan Yahudi (LXX) bagi jemaat Israel (Kis 7:28).
Ekklesia sebagai orang kristen pada mula-mulanya dipakai orang yahudi maupun
non-Yahudi yang berarti pertemuan bukan organisasi. ekklesia yang bersifat
setempat,[4] maksudnya
khususnya jemaat Yerusalem pada zaman tersebut yang terpencar. Bagi gereja katolik, gereja merupakan suatu lembaga
historis, kelihatan, yang mempunyai kesinambungan historis dengan gereja
apostolis, yang belakang sayap radikal, gereja yang benar ada disorga dan tidak
ada apa pun di bumi ini berhak memperoleh nama “gereja Allah”.[5] Menurut kamus Alkitab gereja adalah suatu perkumpulan yang
terdiri dari orang-orang beriman yang berbalik kepada Tuhan.[6]
B.
Pandangan-Pandangan
Reformasi Tentang Gereja
1.
Luther
Para reformator awal meyakini bahwa gereja Abad
pertengahan telah rusak dan ajarannya menyimpang karena melepaskan diri dari
Kitab Suci satu pihak karena tambahan-tambahan manusia pada Kitab Suci. Pandangan mula-mula Luther tentang
hakikat gereja merefleksikan penekanannya atas Firman Allah.
Dimana ada Firman itu ada, disana ada iman, dan dimana ada iman, disana ada
gereja yang benar. Luther wajib
menyatakan bahwa “gereja yang palsu hanya mempunyai rupa yang kelihatan saja,
meskipun dia juga memiliki jabaatan-jabatan Kristen”. Dengan kata lain, gereja
Abad Pertengahan mungkin telah menyerupai gereja yang sebenarnya, tetapi dia
benar-benar sesuatu yang berbeda.[7] Gereja sebagai kerajaan Kristus
“gereja yang seluruhnya batiniah.[8]
Maksud dari pandangan Luther adalah gereja itu bukan hanya
bentuk fisiknya saja tetapi bagaimana gereja itu bertumbuh karena iman dan iman
itu karena pendengaran akan firman Tuhan, sehingga Luther bukan meniadakan
bentuk fisik tetapi gereja yang mengaplikasikan firman Allah itu sendiri, jadi
bagi dia untuk apa punya gedung yang besar jika firman itu tidak direfleksikan.
bagi Luther bukan berfokus pada gedung tetapi berfokus pada Firman itu sendiri
(gereja yang sebenarnya adalah gereja yang berdasarkan Alkitab).
2.
Calvin
Menurut Calvin, Tanda-tanda dari gereja yang benar
adalah bahwa Firman Allah itu harus dikhotbahkan dan sakramen-sakramen
dilayakan secara benar. Dia berpendapat bahwa ada petunjuk-petunjuk alkitabiah yang
spesifik mengenai tata peraturan pelayanan yang benar di dalam gereja yang
kelihatan sehingga suatu bentuk tata gereja merupakan suatu unsur dari ajaran. Calvin
berbeda sedikit dengan Luther, bagi Calvin bila gereja itu sudah berdasarkan
Firman Allah maka tatanan dalam gereja itu juga perlu berdasarkan Alkitab
bagaimana gereja yang baik berdiri dengan struktur menejemen gereja yang baik
pula, gereja yang kelihatan atau gedung itu bagi Calvin ada orang-orang yang
mengambil bagian didalamnya yaitu bagian-bagian menejemen gereja.
3.
Zwingli
Menurut pandangan Zwingli, kerajaan Kristus
bukan hanya batiniah, kerajaan itu juga lahiriah sehingga Zwingli erat sekali
menghubungkan gereja dengan Negara.[9] Bertantangan dengan Luther, yang bagi Luther tidak terlalu
berfokus pada batiniah, namun bagi seorang Zwingli gereja itu bukan hanya
batiniah tetapi juga lahiriah yang punya hubungan erat dengan negara dalam arti
bagi Zwingli gereja bergantung pada negara dan negara bergantung pada gereja
dan tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah kedua-duanya
sama, tetapi bagi Zwingli juga menyatakan bahwa biar bagaimanapun hubungan
negara dengan gereja negara juga harus mendengarkan firman Tuhan sehingga
keputusan dari pemerintah adalah keputusan yang benar, dan sebagai warga gereja
yang ada dalam negara harus juga menjadi warga negara yang baik.
C.
Penekanan
Masing-masing Konsep dari Para Reformator
Berdasarkan uraian dari setiap pandangan reformator tentang
gereja, maka pada bagian ini, diuraikan juga beberapa penekanan dari setiap
konsep mereka terhadap gereja itu sendiri.
1.
Calvin
Calvin
menekankan firman Allah.[10] Berpegang teguh bahwa suatu bentuk
yang spesifik dari struktur dan administrasi gereja ditetapkan oleh Kitab Suci.
2.
Luther
Sama dengan Calvin, Luher juga menekankan firman Allah.[11] Bagi Luther gereja
terdiri dari perkumpulaan orang-orang yang dibenarkan, dari perkumpulaan
orang-orang yang dipilih.
3.
Zwingli
Bagi zwingli, menghubungkan erat sekali gereja dengan negara. Lebih menekankan pada Pengertian gereja.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut kamus Alkitab gereja adalah
suatu perkumpulan yang terdiri dari orang-orang beriman yang berbalik kepada
Tuhan. dari point-point pandangan gereja dari para reformator diatas adalah
pandangan yang saling melengkapi, bagi Luther gereja itu harus berfokus pada
iman dan bagi Calvin harus ada pelayanan menejemen gereja yang baik dari suatu
gereja dan bagi Zwingli gereja harus memiliki hubungan yang eret dengan negara
karena gereja ada didalam negara. Sesuai dengan pengertian gereja menurut kamus
Alkitab sesuai dengan ketiga pandangan ini bahwa gereja itu bertumbuh karena
ada orang-orang yang bertobat karena iman kepada Kristus dan diaplikasikan
dalam persekutuan dalam satu gedung gereja untuk merefleksikan firman Tuhan
bersama-sama .
Dari uraian
materi diatas dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan pandangan para reformator
memiliki pandangan yang berbeda tentang gereja, yang sudah di jelaskan dalam
materi,
Kesimpulan kelompok tentang gereja adalah gereja ada karena Kristus yang
berkenan menghadirkan gereja tersebut, dan menurut kelompok gereja adalah
perkumpulaan orang-orang percaya, dipanggil dan ditempatkan didunia untuk melayani Allah dan melayani manusia.
|
Abineno
Ch. L. J.,
2011 Garis-Garis Besar Hukum Gereja Jakarta: BPK Gunung Mulia
Douglas, J. D.
1995 Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini Jijib 1 A-L, Jakarta :
Yaysan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Gering M.
Howard,
2008 Kamus Alkitab, Jakarta : Immanuel
Jonge
De
Hr. Dkk.
2003 Apa Dan Bagaimana Gereja, Jakarta : Bpk
Gunung Mulia
McGrath E.
Alister,
2016 Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: Gunung
Mulia
Nabuasa,
Kamenia M.
2015 Diktat sejarah gereja umum, Surabaya:
STT-SGI
PERAN WANITA DALAM PELAYANAN GEREJA
Oleh
Arkilaus G.
Suryani D. Koi
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam dunia
sekarang ini ketika melihat realitas Gereja dan pelayanan Hamba Tuhan adalah
sebuah pekerjaan yang digemari banyak orang, yang sesungguhnya dengan motivasi
yang keliru, tapi juga merupakan suatu kerugian besar bagi perkembangan dan
kekayaan Gereja untuk memperkaya manusia dalam kekuatan Injil Allah. Kelompok
digelisahkan oleh konsep orang-orang bahwa ada pelayanan yang harus dilakukan
oleh pelayan khusus, dalam hal ini ada orang yang memiliki konsep bahwa
perempuan adalah pribadi yang tidak layak berdiri diatas mimbar sebagai orang
yang memberitakan Injil, atau menjadi pemimpin atas jemaat Tuhan.
A.
Latar Belakang Masalah
Pertikaian dan perselisihan yang sering muncul dalam kehidupan bergereja
karena adanya perbedaan pendapat, termasuk yang berpendapat bahwa perempuan
tidak punya hak penuh dalam pelayanan Gereja. Konsep ini juga membawa suatu
dampak kepada para perempuan, yakni adanya ketidakpercayaan diri atau merasa
pekerjaan yang bersifat memimpin adalah bukan pelayanan mereka, tapi pelayanan
dan tanggungjawab para Pria. Dengan demikian disinilah terletak satu akar
persoalan yang menyangga persatuan Gereja makin hari makin lambat.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dibuat rumusan masalah dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut.
1.
Apakah
pelayanan Gereja adalah pekerjaan Tuhan?
2.
Apakah
perempuan berhak melayani Tuhan dalam Gereja?
C.
Tujuan penulisan
Bertolak dari rumusan masalah yang telah diberikan, maka
pada bagian ini, diuraikan juga yang menjadi tujuan penulisan.
1.
Untuk
mengetahui pelayanan Gereja adalah pekerjaan Tuhan.
2.
Untuk
mengetahui bahwa perempuan berhak melayani Tuhan dalam Gereja.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pelayanan Gereja adalah pekerjaan Tuhan
Gereja adalah jemaat Allah (Mat.16:18), maka pertumbuhan Gereja baik
secara kualitatif mau pun kuantitatif adalah karya Allah. Yesus Kristus sendiri
yang berkata “diatas batu karang ini akan Kudirikan jemaat-Ku”, Yesus juga
menjamin bahwa Gereja yang Ia dirikan adalah Gereja yang staknan secara hakiki,
dikatakan alam maut tidak akan menguasainya. Sebagaimana Kej.3:15 telah dikenal
menurut pengertian Heilgeschichte (sejarah
penyelamatan) sebagai protovangelium (pemberitaan yang pertama) tentang usaha
penyelamatan mulia oleh Allah, secara objektif dikerjakan oleh Kristus Yesus
dan secara subjektif diwujudkan oleh tindakan mulia dari Roh Kudus dan iman
kepada Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat; bahkan demikian jugaa Mat.16:18
tepatnya ini adalah rencana pertama Allah yang mulia untuk mendirikan
Gereja-Nya.[12]
Prinsip Pelayanan Gereja adalah jemaat ada dalam pertumbuhan; Gereja
harus memiliki orang-orang yang tepat: yaitu pelayan-pelayan yang efektif.
Secara mudahnya, Gereja-gereja yang
memberi kehidupan dijalankan oleh orang-orang yang dengan sukarela mau
menanamkan diri mereka dalam pelayanan yang memberi kehidupan. Paulus
mengingatkan bahwa seorang pelayan bukanlah fokus pada program, tapi pada
pertumbuhan rohani orang-orang (Ef.4:12) Seorang pelayan harus “Memperlengkapi
(katartismos); memperbaiki atau
membetulkan.[13]
Dalam kejadian 1:27-28 bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah .Allah tidak menciptakan wanita untuk lebih rendah
daripada laki-laki; dua-duanya sama penting.
B.
Pelayanan Perempuan Dalam Gereja
Dalam Alkitab tidak ditemukan bahwa wanita tidak diperkenankan untuk
pelayanan di Gereja, justru dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru banyak
wanita yang dipakai Tuhan yaitu sebagai nabiah dalam Perjanjian Lama dan dalam
Perjanjian Baru wanita juga terlibat aktif dalam pelayanan pembertiaan Injil
karena Allah tidak membedakan kelamin dan di dalam Kristus tidak ada beda
laki-laki dan perempuan, dan orang Kristen semua adalah satu di dalam Kristus
Yesus.[14]
Vivia Perpetua adalah seorang wanita yang punya pengaruh
cukup besar pada abad 3, dengan gencarnya peraturan dan ancaman yang ditegahkan
oleh Kaisar Roma, Septimius Severeus bahwa melarang orang mengikut Yesus
Kristus dan bertobat. Wanita berusia 22 tahun yang berpendidikan juga seorang
Ibu yang penuh Kasih, menceritakan iman dan hidupnya selama berada dalam
penjara karena kepercayaan dan pertobatan kepada Kristus Yesus. Vivia juga
sering mengadakan pertemuan doa dan sering Firman Tuhan. Menjelang malam
hukuman mati terhadap orang-orang yang percaya Yesus, mereka melakukan
perjamuan Kasih, dan Vivia menyanyikan Mazmur. Ia menghadapi binatang buas
“dalam Roh” dan dalam kegembiraan, ia bergabung dengan teman-temannya yang
sedang berlumuran darah oleh cengkraman binatang buas, sambil mendengar ejekan
terhadap mazmur yang sedang dinyanyikan.[15]
C.
Pandangan-pandangan Terhadap Wanita
1. Pandangan
Terhadap Peran Wanita
Menurut ajaran GBIS, seorang pendeta wanita yang berstatus gembala
sidang dapat memimpin upacara pemakaman dan rangkaiannya, serta upacara
penyarahan anak sedangkan untuk pelayanan sakramen, yakni perjamuan kudus dan
baptisan air serta pemberkatan nikah, seorang pendeta wanita tidak
diperkenankan memipinnya.[16]
Maka, yang menjadi ukuran seseorang melayani Tuhan bukan karena
berdasarkan gender, melainkan kualitas spritual dan moralitas hidupnya, apakah
terbukti sebagai orang yang mempunyai bawaan seorang yang layak dihadapan Tuhan
untuk melayani pekerjaan Tuhan atau tidak.
2. Pandangan
Dalam PL
Wanita dalam ibadah: wanita dianggap menjadi anggota dari
“keluarga beriman”. Sebagai anggota, mereka dapat ikut serta dalam kebanyakan
bidang ibadat itu. Taurat memerintah agar semua pria harus tampil dihadapan
Tuhan tiga kali setahun. Rupanya kadangkadang kaum wanita pergi bersama mereka
(Ul.29:10; Neh.8:2), tetapi mereka tidak haruskan pergi karena tiugas-tugas
mereka yang penting sebagai isteri dan ibu.
Wanita Sebagai Pemimpin Agama: Wanita melayani sebagai “Nabiah”
artinya mereka menjadi juru bicara bagi Allah. Salah seorang Nabiah Ibrani yang
penting adalah Hulda isteri Salum. Hulda aktif dalam pelayanan selama masa
pemerintahan Raja Yosia. Ketika Kitab Taurat ditemukan dibait suci, para
pemimpin Agama datang kepadanya dan bertany apa yang Allah ingin bangsa itu
lakukan. Seluruh bangsa itu, termasuk Raja Yosia berusaha melaksanakan
petunjuknya sampai kepada hal yang kecil-kecil, karena mereka yakin bahwa Allah
telah berfirman dengan perantaraan Hulda (2 Raj.22:11; 23:25).[17]
3. Pandangan
Paulus Terhadap Wanita
Paulus memiliki pemahaman yang konsisten secara konsisten dan penuh
dengan kesempurnaan terhadap Karunia-karunia. Maka ada dua hal yang perlu
dipahami:
1.
Karunia
adalah karya Allah Trirunggal dan diberikan menurut kehendak-Nya, demikian juga
pelayanan, berasal dari Allah dan bergantung kepada Allah. Hanya Allah yang
sanggup memberikan kemampuan kepada seseorang dalam melayani dengan cara
memberikan karunia dalam pelayanan.
2.
Dalam
persekutuan tubuh Kristus dikenal rupa-rupa karunia. Prinsip yang sama menandai
“pelayanan khusus” maupun ‘pelayanan umum’, bahwa ada kesatuan dalam bangunan
tubuh dan ada bermacam-macam fungsi diantara anggotanya. Kalau semuanya diberi
karunia oleh Allah maka semua punya hak untuk melayani.[18]
Contoh Wanita yang pelayanannya
menonjol terdapat dalam I Tim.3:11. Disitu disebutkan isteri-isteri,
kemungkinan mereka adalah para daiken wanita.350 Bisa jadi mereka
itu adalah wanita lajang atau wanita yang telah berumur sehingga dapat melayani
jemaat dengan sepenuh hati.[19]
Pada prinsipnya Paulus memiliki sikap terhadap wanita yang melayani sama
dengan Gurunya, yaitu bertentang dengan sikap para rabi. Dalam surat-suratnya
ada sejumlah wanita yang dia sebut, dan tidak jarang dengan sikap menghormati.
Jadi, Rasul
Paulus tidak mempermasalahkan laki-laki atau perempuan yang layak melayani
Tuhan, yang terpenting adalah bagaimana Allah sendiri yang berkenan memberikan
karunia Roh Kudus kepada seseorang untuk masuk mengambil bagian dalam
pelayanan, dalam hal ini untuk membangun tubuh Kristus. Menurut 1 kor 14:34-35
dan 1 timotius 2:11-12 alasan Paulus mengatakan bahwa wanita tidak boleh
berbicara dalam pertemuan karena kontek di Korintus pada waktu itu karena ada
banyak penyembahan-penyembahan kepada dewa-dewa kemuseman untuk itulah Paulus
melarang wanita-wanita untuk diam dan bertudaung dalam pertemuan jemaat untuk
membedakan perempuan takut Tuhan dengan perempuan penyembah berhala.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pelayanan dalam Gereja adalah pekerjaan Allah dan Pelayanan Gereja
adalah pekerjaan Mulia yang Allah percayakan kepada orang-orang pilihan-Nya.
Maka, pelayanan Gereja bukanlah sesuatu perkara yang dapat diatur-atur atau
dibuat-buat oleh manusia, yang ada Allah yang mengatur dan memberikan standar
dalam pelayanan Gereja. Allah tidak pernah membatasi siapakah yang layak untuk
melayani Dia dalam pelayanan Gereja, melainkan Allah memberikan mandat kepada
orang-orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus dapat menjadi saksi bagi
dunia (Mat.28:19-20). Perempuan dan laki-laki adalah objek dari pelayanan
Gereja, laki-laki dan perempuan adalah subjek dari tugas Gereja.
KESPUSTAKAAN
Carson A.D,
1997 Gereja Zaman PB Dan Masa Kini, Malang; Gandum
Mas
Douglas, J. D.
tt Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini Jilid II
McIntosh
L. Gary,
2012 Biblical
Church Growth, Malang; Gandum Mas
Packer J.I, dkk,
2004 Ensiklopedi Fakta Alkitab Bible Amanac-2, Malang;
Gandum Mas
Peters W. George,
2013 Teologi
Pertumbuhan
Gereja, Malang;
Gandum Mas
Ruswiyadi Paulus,
tt Sejarah GBIS, Surabaya; Badan Penerbit GBIS
PANDANGAN REFORMATOR TENTANG PERJAMUAN KUDUS
Oleh
Alfeni
Sesilya Riyoli
Yatafati Zebua
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam sejarah gereja, banyak masalah-masalah yang terjadi dalam
Kekristenan serta tantangan yang ada, khususnya tentang doktrin. Pada masa
reformasi, hal ini juga yang menjadi tantangan bagi para reformator, yaitu
bagaimana mengembalikan gereja dan ajarannya pada hakikatnya. Salah satunya
ialah tentang sakramen (yang dikenal sebagai puncak ibadah) yang di dalamnya
ada “Perjamuan Kudus”. Dalam karya tulis ini, kelompok mencoba mengemukakan
pandangan beberapa reformator tentang Perjamuan Kudus tersebut.
Pada dasarnya, penetapan untuk melaksanakan Perjamuan Kudus yaitu dalam
I Korintus 11:23-25. Perjamuan Kudus merupakan perintah dari Yesus Kristus
sendiri, sebagai suatu peringatan akan kematian Kristus di kayu salib untuk
penebusan dosa dan juga sebagai suatu perjanjian yang dimeteraikan oleh darah
Kristus. Perjanjian tersebut menunjuk pada inisiatif Allah untuk keselamatan di
dalamnya. Dalam Perjamuan Kudus, iman merupakan sesuatu yang penting, dengan
iman orang menerima perjanjian itu yaitu meterai keselamatan bagi orang
percaya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka kelompok membuat rumusan masalah dalam
bentuk poin-poin berikut.
1.
Bagaimana
pandangan reformator tentang Perjamuan Kudus?
2. Apa perbandingan antara pandangan reformator
tentang Perjamuan Kudus?
C.
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah yang telah dibuat, maka yang menjadi tujuan
penulisan dari karya tulis ini ialah, sebagai berikut.
1.
Untuk
mengetahui pandangan para reformator tentang Perjamuan Kudus.
2.
Untuk
mengetahui perbandingan antara pandangan para reformator tentang Perjamuan
Kudus.
BAB II
ISI
Pada abad pertengahan, salah satu
yang menjadi dasar para reformator untuk melakukan reformasi ialah mengenai
sakramen. Pada dasarnya Gereja Katolik Roma mengakui bahwa sakramen-sakramen
itu ada tujuh yaitu: baptisan, konfirmasi (peneguhan), ekaristi (perjamuan
kudus), penebusan dosa, pengurapan orang
sakit, penahbisan dan pernikahan.[20]
Bagi para reformator, dari ketujuh sakramen tersebut, hanya dua saja yang
sakramen disahkan oleh Perjanjian Baru sedangkan yang limanya dianggap tidak
sesuai dan tidak termasuk sebagai sakramen. Menurut Luther, hanya dua sakramen
di dalam gereja Allah yaitu baptisan dan roti, dengan alasan bahwa hanya di
dalam dua sakramen inilah kita menemukan tanda yang dilembagakan secara ilahi
dan janji akan pengampunan dosa.[21]
Zwingli juga mengatakan bahwa kedua sakramen ini sebagai tanda-tanda kesetiaan
Allah kepada umat-Nya dan janji anugerah-Nya untuk keampunan,[22]
dan lima sakramen lainnya ditolak. Calvin menegaskan bahwa sakramen harus di
dasarkan atas “janji dan perintah Allah” dan kedua sakramen (baptisan dan
perjamuan kudus) sebagai sakramen yang
tetap berkaku, dan yang lainnya ditolak.[23]
Sakramen merupakan akomodasi (bantuan) yang penuh anugerah bagi keselamatan.
Ketiga tokoh ini sama-sama menolak ketujuh sakramen dan hanya dua yang diterima
karena hanya itu yang benarkan dalam Alkitab sebagai sakramen.
Dari kedua sakramen, hanya satu bagian saja yang menjadi pembahasan yang
akan diuraikan, yaitu Perjamuan Kudus.
A.
Padangan Reformator tentang Perjamuan
Kudus
Bertolak dari penjelasan di atas, maka pada bagian ini diuraikan tentang
pandangan dari para reformator, khususnya tentang Perjamuan Kudus. Tentang
bagaimana para reformator menyampaikan setiap tanggapan serta pandangan dari
setiap mereka terhadap ajaran Gereja Katolik Roma mengenai Perjamuan Kudus.
1.
Martin Luther
Dalam Gereja Katolik Roma, Perjamuan
Kudus dianggap sebagai pusat dalam ibadah. Perjamuan Kudus merupakan
persembahan atau korban sejati sebagai pengganti korban Israel, oleh gereja.
Sehingga dalam perayaan perjamuan, hosti (yang dianggap Kristus hadir di
dalamnya) menjadi sasaran penyembahan. Selain itu juga, Gereja
Katolik Roma mengajarkan tentang perjamuan kudus yaitu transsubstansiasi.
Transsubstansiasi (trans artinya berubah, dan substansi artinya hakikat atau
zat). Jadi Transsubstansiasi perubahan
bentuk yaitu roti dan anggur serta merba berubah menjadi daging dan darah
Kristus.[24]
Dalam ajaran Katolik dianggap bahwa perjamuan kudus itu bukan hanya lambang
kematian Kristus, tetapi anggur dan roti itu berubah menjadi darah dan daging
Kristus. Hal inilah yang menjadi dasar bagi Luther untuk mengadakan reformasi
(secara khusus tentang perjamuan).
Semua ajaran tersebut ditolak oleh
Martin Luther (maupun reformator lainnya). Luther menolak cara teologi Katolik
yang menjelaskan kehadiran Kristus dalam perjamuan kudus dalam ajaran tentang
Transsubstansiasi.[25]
Dalam ajaran Luther, (bahkan sampai pada aliran Lutheran) perjamuan kudus
disebut konstansiasi (con artinya bersama-sama; bebarengan; substansi: hakikat,
zat). Artinya: kedua unsur perjamuan, yaitu roti dan anggur, mencakup dua
hakikat (substansi) sekaligus: hakikat jasmani, tetap sebagai roti dan anggur,
dan hakikat rohani, sebagai tubuh dan darah Kristus yang diterima peserta
perjamuan secara nyata.[26] Jadi kehadiran nyata dari tubuh dan darah
Kristus melalui roti dan anggur tetap dipercayai oleh Luther.
Namun Luther lebih menonjolkan iman
dalam Perjamuan Kudus. Bagi Luther Perjamuan Kudus adalah tanda nyata atau
meterai bahwa keselamatan yang dijanjikan dalam Firman mengenai penebusan dosa
oleh Kristus pada kayu salib, benar-benar diberikan kepada orang yang
menyerahkan diri dalam iman kepada Allah yang rahmani. Tanpa iman, perjamuan
kudus menjadi tanda keselamatan yang tidak efektif.[27]
Seperti pernyataan Luther sendiri yang mengatakan bahwa: Sebab, di mana ada
firman dari Allah perjanjian, di situ mesti ada iman dari orang percaya yang
menerimanya. Karena itu, jelaslah bahwa keselamatan kita adalah atas inisiatif
Allah sendiri (tanpa usaha apapun dari pihak manusia), dan iman pada firman
perjanjian Allah-lah yang menjadi respon dari kita.[28]
Manusia tidak memperoleh keselamatan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik
atau dengan rajin menerima sakramen perjamuan kudus dari tangan gereja, tetapi
dengan menyerahkan diri dalam iman (sola fide yaitu hanya dengan iman) kepada
Allah yang menyelamatkan manusia hanya karena kasih karunia saja (sola gratia),
hanya karena Kristus.[29] Ucapan atau perbuatan manusia tidak
dapat menghadirkan tubuh dan darah Kristus dalam perjamuan. Ini harus diserahkan
hanya kepada kemahakuasaan Allah dan Firman, dalam penetapan dan pengaturan
Yesus Kristus.[30]
Luther tetap memegang bahwa Perjamuan Kudus merupakan meterai keselamatan yang
telah dijanjikan Allah di dalam firman-Nya dan di dalamnya iman orang yang ikut
menerima Perjamuan Kudus menjadi sesuatu yang tidak dapat ditiadakan.
Berkaitan dengan penolakan Luther pada transsubstansiasi dari ajaran
Gereja Katolik Roma, maka ada banyak hal-hal lain yang ditolak juga berkaitan
dengan sakramen ini, diantaranya: pengadaan misa bagi orang yang sudah
meninggal (bagi Luther sakramen diberikan Allah kepada orang hidup, bukan
kepada orang mati), kesalehan kepada hosti[31]
(roti untuk dimakan bukan untuk disembah), dan larangan untuk tidak minum cawan
anggur.
Dalam hal ini, walaupun Luther menolak transsubstansiasi yang diajarkan
oleh Gereja Katolik Roma, ia percaya pada kehadiran nyata dari tubuh dan darah
Kristus, namun semuanya tidak dapat dipisahkan dengan iman kepada Allah yang
Mahakuasa.
2. Ulrich Zwingli
Zwingli menolak kehadiran yang nyata
dari tubuh dan darah Kristus, ia menegaskan bahwa roti dan anggur hanya lambang
dari tubuh dan darah Kristus. Bagi Zwingli Perjamuan Kudus merupakan peringatan
pengucapan syukur, pada waktu mana kita memperingati karya Kristus di kayu
salib. Ia juga berpendapat, bahwa “tubuh” dan “darah” adalah lambang untuk
keselamatan yang diperoleh Kristus dengan tubuh dan darah-Nya di kayu salib.[32]
Berdasarkan Matius 26:26, Zwingli berpendapat bahwa “seolah-olah” Kristus berkata:
“Aku mempercayakan
kepada kamu suatu simbol penyembahan diri dan wasiat saya, untuk membangkitkan
di dalam kamu pengingatan akan Aku dan kebaikan-Ku kepadamu sehingga ketika
kamu meihat roti ini dan cawan ini, berbicara dalam perjamuan malam peringatan
ini kamu boleh mengingat Aku yang diserahkan untuk kamu, seakan-akan kamu
melihat Aku di hadapanmu seperti kamu melihat Aku sekarang makan bersama kamu”.[33]
Zwingli
beranggapan bahwa perjamuan kudus merupakan peringatan akan tubuh dan darah
Kristus. Dengan pernyataan tersebut, Zwingli tetap berpandangan bahwa perjamuan
kudus merupakan simbol dan untuk mengingat Kristus yang telah mati di kayu
salib. Selain itu juga, Zwingli berpendapat bahwa Perjamuan Kudus memperkuat
iman orang yang ikut merayakannya.
Walaupun demikian, Zwingli tidak
menyangkal hubungan antara perjamuan kudus dan keselamatan (maka jemaat
merayakan perjamuan kudus hanya untuk “memperingati” kematian Kristus pada kayu
salib demi keselamatan manusia), dan melalui perjamuan kudus iman orang percaya
makin diperkuat. Dalam arti bahwa Perjamuan Kudus merupakan peringatan akan
karya keselamatan dari Kristus Yesus yang telah mati di kayu salib. Pada
akhirnya, Zwingli menerima kehadiran Kristus pada waktu perayaan perjamuan
kudus dalam Roh Kudus, namun tidak terikat pada roti dan anggur (seperti
pandangan Luther). Kehadiran Kristus bukan melalui atau di dalam roti dan
anggur melainkan di tengah-tengah jemaat yang sedang menerima perjamuan kudus
tersebut. Artinya bahwa Kristus hadir di dalam hati orang-orang percaya.[34]
Kehadiran tersebut bukan kehadiran secara jasmani tetapi secara rohani, karena
tubuh Kristus telah ada di sorga. Karena itu, Zwingli pun tidak menerima bahwa
Perjamuan Kudus merupakan meterai keselamatan, Perjamuan Kudus hanyalah simbolis.[35]
Untuk menerima apa yang diterima Kristus pada kayu salib yaitu penebusan yang
ditunjukkan kepada manusia, tidak perlu orang dipersatukan secara jasmani
dengan Kristus, namun penebusan itu hanya diterima dengan iman.
3.
Johanes Calvin
Mengenai perjamuan kudus, Calvin
mengambil jalan tengah antara Luther dan Zwingli. Ia menolak bahwa Kristus
hadir secara jasmani dalam perjamuan Kudus dengan cara yang diajarkan Luther.
Ia juga menolak bahwa Perjamuan Kudus hanya tindakan “pengakuan” jemaat yang
memupuk semangat iman saja, seperti dikatakan Zwingli. Bagi Calvin, Perjamuan
Kudus adalah tanda yang diberikan Kristus mengenai keselamatan manusia, yang
memeteraikan keselamatan itu dalam diri orang percaya. Iman juga tidak dapat
dipisahkan di dalamnya. Terlepas dari iman, Perjamuan Kudus roti dan anggur
melulu. Akan tetapi dalam iman keselamatan itu menjadi begitu nyata, sehingga
Calvin mengatakan bahwa Kristus sungguh-sungguh hadir, bukan dengan tubuhnya
(karena tubuhnya ada di sorga) tetapi dalam Roh Kudus.[36]
Artinya bahwa Calvin hanya melihat kehadiran tubuh dan darah Kristus secara
rohani dalam roti dan anggur.[37] Roti
dan anggur itu sendiri tidak boleh dianggap sama saja dengan tubuh dan darah
yang ada di dalam surga itu, melainkan dianggap sebagai tanda dan meterai
anugerah dan kasih Tuhan di dalam Yesus Kristus.[38]
Dalam pandangannnya lagi Calvin mengatakan bahwa Perjamuan Kudus adalah tanda
(dan tidak hanya sekadar peringatan kematian Kristus, namun menambahkan sesuatu
pada iman orang percaya dan apa yang disampaikan dalam pemberitaan Firman),
tetapi bukan tanda kosong, sebab tanda ini diberikan Allah melalui Anak-Nya,
supaya orang percaya melalui roti dan anggur dipersatukan dengan tubuh dan
darah Kristus.[39]
Dalam Perjamuan Kudus, Kristus sungguh-sugguh hadir untuk menjadi satu dengan
orang-orang percaya, dan menguatkan iman mereka. Kristus membuat makanan
jasmani menjadi rohani, sehingga orang-orang yang ikut dalam Perjamuan Kudus
menerima apa yang telah diterima Kristus pada kayu salib, yakni pengampunan
dosa dan hidup yang kekal.[40]
Selain itu juga, Calvin menekankan
bahwa segala sesuatu yang dilakukan hanya untuk kemuliaan Allah, termasuk
perayaan perjamuan kudus. Dalam perayaan perjamuan kudus, Calvin menegaskan
bahwa harus dijaga ketat agar tidak diikuti oleh orang-orang yang mencemarkan
nama Allah lewat perilaku mereka yang tidak pantas ataupun lewat ajaran sesat
yang mereka anut.[41]
Dalam pengertian bahwa kesucian orang-orang yang ikut serta dalam atau yang
menerima perjamuan kudus harus tetap dijaga, karena kesucian itu sangat
penting.
B.
Perbandingan antara Pandangan
Reformator tentang Perjamuan Kudus
Dari berbagai macam pandangan reformator tentang perjamuan
kudus, tentu ada yang menjadi perbedaan dan persamaan dalam setiap ajaran mereka.
Maka dalam perbandingan ini, dapat diketahui tentang persamaan dan perbedaan
tersebut.
1.
Persamaan
Luther dan Calvin mempunyai pandangan yang sama bahwa perjamuan itu
adalah pertama-tama suatu pemberian Allah dan bukan suatu perbuatan pengakuan
manusia. Roti dan anggur bukanlah hanya lambang saja, tetapi alat yang dipakai
untuk memberikan tubuh dan darah Kristus yang sebenarnya kepada kita.[42]
Mereka (maupun Zwingli) juga sama-sama menolak trassubstansiasi yang diajarkan
oleh Gereja Katolik Roma, namun keberadaan (eksitensi) roti dan anggur secara
lahiriah tidak dihilangkan oleh pengucapan rumusan perjamuan itu (roti dan
anggur tetap pada keberadaannya), dan rumusan yang diucapkan imam tidak punya
khasiat bagaikan mantera, mengubah substansi unsur-unsur perjamuan itu.[43]
Luther dan Calvin lebih menekankan bahwa perjamuan bukan hanya sekedar tanda,
namun sebagai meterai keselamatan karena di dalamnya Kristus hadir dan orang
percaya dipersatukan dengan Kristus melaluinya.
2.
Perbedaan
Penolakkan Luther terhadap Gereja Katolik Roma mengenai
transsubstansiasi (roti dan anggur serta-merba berubah menjadi tubuh dan darah
Kristus), dimana menurut Luther roti dan anggur mencakup kedua hakikat
(substansi) sekaligus: hakikat jasmani dan hakikat rohani, menjadi perbedaan
antara Luther dan Calvin. Calvin berpandangan bahwa dalam perjamuan kudus,
tubuh dan darah Kristus hadir secara rohani saja dalam roti dan anggur, tidak
secara jasmani. Karena bagi Luther, kendati roti dan anggur tetap berada dalam
substansinya, tetapi (sesuai dengan janji Kristus) serempak dengan itu tubuh
dan darah Kristus hadir secara nyata, baik secara rohani maupun secara jasmani.
Meskipun Calvin dan Zwingli sama-sama tidak percaya bahwa Kristus hadir secara
jasmani, karena tubuh Kristus ada di sorga, namun Zwingli tetap memiliki
pandangan yang berbeda yaitu bahwa Kristus hadir namun tidak terikat pada roti
dan anggur (Kristus hadir di tengah jemaat yang merayakan Perjamuan Kudus).
Menurut Luther, dengan Kristus menjadi manusia supaya seluruh manusia
memperoleh keselamatan baik jiwa dan roh (bagi Luther, tidak cukup jika hanya jiwa
manusia yang diselamatkan), sedangkan Zwingli menolak bahwa keselamatan, yang
terutama menyangkut jiwa, dikaitkan
dengan hal-hal duniawi seperti roti dan anggur (makanan jasmani: roti
dan anggur, tidak mungkin menjadi tanda atau meterai keselamatan). Bagi Luther
kehadiran tubuh Kristus dalam perjamuan menjamin[44]
keselamatan (dengan makan roti dan anggur orang dipersatukan secara rohani dan
jasmani dengan Kristus), sedangkan bagi Zwingli hal ini justru membahayakan
realitas keselamatan.[45]
Luther berpandangan bahwa sakramen adalah pemberian Allah, sedangkan Zwingli
berpadangan bahwa sakramen sebagai kewajiban jemaat untuk menaati perintah
Yesus. Calvin berbeda dengan Zwingli, yang mengatakan bahwa Perjamuan Kudus
memupuk semangat iman saja, tetapi bagi Calvin bukan hanya sekedar memperkuat
iman tetapi sebagai meterai keselamatan dalam diri orang percaya.
Pandangan-pandangan para reformator tentang sakramen khususnya perjamuan
kudus, yang terus berbeda dan berpegang pada pandangan masing-masing, mengakibatkan
perselisihan di antara reformator hingga kepada aliran-aliran yang menganut
ajaran mereka.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian tentang Perjamuan Kudus
menurut para reformator, maka kelompok memberi kesimpulan bahwa Perjamuan Kudus
bukan suatu syarat untuk mendapat keselamatan namun merupakan meterai
keselamatan itu sendiri. Dalam perayaan Perjamuan Kudus, Kristus hadir dan
orang yang mengikutinya tidak terlepas dari iman serta memperkuat iman itu sendiri.
Orang percaya dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus melalui Perjamuan
Kudus. Kehadiran Kristus bukan berarti bahwa roti dan anggur berubah menjadi
tubuh dan darah Kristus. Dengan kata lain hanya dengan iman orang mampu melihat
bahwa roti dan anggur, telah menjadi tubuh dan darah Kristus.
Perjamuan
Kudus sangat berkaitan erat dengan iman, sebab tanpa iman manusia tidak dapat
merasahkan apa yang sebenarnya terkandung dalam Perjamuan Kudus itu. Perjamuan
Kudus itu menjadi tanda keselamatan yang diberikan Allah bagi manusia melalui kematian
Yesus Kristus di kayu salib. Hal ini hanya bisa dirasakan oleh orang yang
memiliki iman kepada Kristus, dengan demikian Perjamuan Kudus bukan hanya
sebagai sesuatu sakramen biasa saja tetapi manusia dibawah untuk melihat dan
merenungkan bagaimana pengorbanan Kristus Yesus di atas kayu salib sebagai
korban persembahan yang hidup yang tak bercela yang dilakukan-Ny satu kali dan
untuk selama-lamanya. Sehingga keselamatan itu diterima oleh setiap orang yang percaya pada-Nya.
KEPUSTAKAAN
Aritonang, Jan S.
2010 Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar
Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Aritonang, Jan S. & Chr. de Jonge,
2009 Apa dan Bagaimana Gereja, Jakarta: BPK
Gunung Mulia
Berkhof, H. & Enklaar,
2009 Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung
Mulia
Dahlenburg,
1991 Konfensi-konfensi Gereja Lutheran, Jakarta:
BPK Gunung Mulia
Jonge, Christiaan de,
2011 Apa
itu Calvinisme?, Jakarta: BPK Gunung Mulia
2003 Gereja Mencari Jawab (Kapita selekta sejarah
gereja), Jakarta: BPK Gunung Mulia
McGrath, Alister E.
2016 Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta:
BPK Gunung Mulia
GEREJA DAN KERAJAAN ALLAH
Oleh:
Salatieli Waruru
Yanto Nd. Lukur
Yules Nd. Langga
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam menunjang standar kelulusan Akademik mahasiswa di wajibkan untuk
dapat menyelesaikan tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa didalam menyelesaikan
tugas yang di berikan oleh dosen, dalam hal ini tugas kelompok yang berjudul Hubungan Gereja Dan Kerajaan Allah. Banyak
orang yang kurang memahami tentang Gereja itu apa dan kerajaan Allah itu apa
dan apa yang menjadi kesatuan antara Gereja dan kerajaan Allah satu bagian
Firman Tuhan yang mendasari (1 kor 3:16) jadi dalam hal ini kelompok akan
menjelaskan apa yang di maksud dengan Gereja dan kerajaan Allah dan bagai mana
hubungan gereja dan kerajaan Allah dan bukan hanya ini saja namun kelompok
menjelaskan apa yang menjadi tugas gereja yaitu untuk memberitakan injil
kesuluruh dunia dan memperluas kerajaan Allah.[46]
B.
Rumusan Masalah
Dari pemaparan bagian latar belakang di atas maka kelompok dapat
menyusun bagian rumusan Masalah yang menjadi pembahasan dalam bagian isi dengan
demikian ada 3 hal yang akan di uraikan kelompok yaitu:
1.
Apa
yang dimaksud dengan gereja?
2.
Apa
yang dimaksud dengan Kerajaan Allah?
3.
Bagaimana
hubunga gereja dengan Kerajaan Allah?
C.
Tujuan Penulisan
Uraian demi uraian dari latar belakang dan rumusan masalah diatas maka
hal ini pun perlu ada pejelasan tujuan penulisan untuk lebih memperjelas
makalah yang di paparkan oleh kelompok yaitu:
1.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan Gereja
2.
Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan kerajaan Allah
3.
Untuk
mengetahui Hubungan Gereja dan Kerajaan Allah.
BAB II
ISI
A.
Gereja
1. Gereja
dalam Perjanjian Lama
Konsep tentang “umat Allah” sebagai sidang jemaat berasal dari
perjanjian Lama, yaitu perhimpunan bangsa israel yang sedang menghadap Tuhan di
gunung sinai, Allah menuntut Firaun, biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka
beribadah kepada-Ku di padang gurun (Kel 7:16b). Ibadah tersebut merupakan
persekutuan khusus untuk penyembahan ( perayaan bagi-Ku Kel 5:1). Ibadah bangsa
Israel kepada Tuhan menunjukan bahwa mereka adalah umat-Nya (Kel 4:22-23).
Melalui ibadah tersebut janji Allah kepada umat-Nya di teguhkan, dalam
Perjanjian Lama Gereja di pakai istilah “qahal”
di gunakan untuk pengertian komunitas umat Allah. Sidang Jemaat di padang
gurun merupakan sidang jemaat yang pasti bagi bangsa Israel, yaitu sidang
jemaat yang membuat perjanjian ketika Allah menyatakan umat tebusan-Nya sebagai
kepunyaan-Nya. kitab ulangan menyebutnya sebagai hari berkumpul (Ul. 4:10 LXX;
9:10; 10:4; 18:16).[47]
Kata ekklesia juga dipakai di kalangan Yahudi (LXX) bagi
“jemaat Israel” yg dibentuk di Sinai dan dikumpulkan di depan hadirat Allah
pada hari-hari raya tahunan, yakni pengantara yang ditunjuk Allah menjadi wakil
umat (Kis 7:38).[48]
Artinya Gereja dalam perjanjian Lama di mulai dari perhimpunan (persekutuan)
bangsa Israel dan dalam hal ini umat israel menunjukkan bahwa umat-Nya sendiri,
dalam pengertian sidang jemaat di padang gurun merupakan sidang jemaat yang
pasti bagi bangsa Israel yaitu dengan tujuan menyatakan umat tebusan-Nya atau
dalam arti sebagai kepunyaan-Nya
Dengan demikian kelompok dapat menyimpulkan bahwa gereja
dalam Pl adalah komunitas umat Allah dan persekutuan atau melakukan ibadah
kepada Allah. Dan merupakan keharusan
bagi umat Allah untuk ibadah (penyembahan) kepada Allah.
2. Gereja
dalam Perjanjian Baru
Pertama kali yang menyebut gereja adalah Tuhan Yesus sendiri dalam
perjanjian Baru, dan Aku pun berkata kepada mu, engkau adalah petrus dan diatas
batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatku dan alam maut tidak akan
menguasainya (Mat 16:18). tetapi kamu
adalah bangsa yang terpilih imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat
kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan besar
dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya
yang ajaib. 1 pet 2;9-10. Istilah Yunani ekklesia berarti pertemuan atau sidang
(jemaat,TEMU, PERTEMUAN). Kata ini umumnya dipakai bagi sidang umum dari
penduduk kota yg dikumpulkan secara resmi. Sidang seperti ini menjadi ciri
segala kota di luar Yudea, di mana Injil dimasyhurkan ( Kis 19:39). Gereja
merupakan suatu suatu wadah rohani
dimana orang-orang diselamatkan itu masuk dalam persekutuan tubuh
Kristus. Dimana orang-orang yang
berlatar belakang budaya dan lingkungan dunia dan masyarakat yang majemuk
menerima berita injil secara sukarela oleh pertolongan Roh Kudus, dan memasuki
suatu persekutuan masyarakat rohani yang majemuk, oleh pertolongan dan
bimbingan Roh Kudus, orang-orang percaya dapat bersatu dan melebur diri ke
dalam persekutuan tanpa kehilanan jati dirinya.[49]
Gereja adalah jemaat Allah atau buatan Allah (Ef 2:10) asalnya ialah maksud
abadi dari Allah (Ef 1:4; 3:11) baik
asalnya, bentuk, susunan, misi, maksud, daya hidup dan tujuannya adalah
menyatakan kasih, hikmat , Anugrah dan kehendak Allah (Ef1:3-12) artinya gerja
adalah hasil karyanya diciptakan dalam Yesus Kristus, itulah gereja Allah,
Rumah Allah, Imam-imam Allah, tubuh Kristus, bait Allah yang didiami Roh kudus.[50]
Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa geraja yang di maksudkan di
sini adalah orang-orang terpilih /terpanggil keluar dari kegelapan (berdosa)
untuk menerima keselamatan yang kekal didalam terang Kristus Yesus.
B.
Kerajaan Allah
Dalam bahasa iggris kata Kerajaan terbentuk dalam dua kata yaitu “king’s
Domain” yang artinya wilayah atau daerah yang di kuasai dan di perintah oleh
seorang raja. Dengan demkian, yang dimaksud dengan Kerjaan Allah adalah
pemerintahan atau kekuasaan Allah, yang meliputi surga dan bumi. hal ini
berkaitan erat dengan maksud Allah yaitu memperluas pemerntahan Allah.
Kerajaan Allah di terjemahkan dalam bahsa yunani Basleia kata ini berbicara tentang goncangan, peraturan,
pengelolaan pemerintah oleh seorang raja atau pemeritahan seorang raja dalam
Kerajaan Allah.[51]
Kamus KeciL TB-Pemerintahan Allah sebagai Raja yang hendak dilaksanakan
di sorga maupun di bumi. Dengan kedatangan Yesus Kristus Kerajaan Allah sudah
dekat ( Mat 4:17), bahkan berada "di antara kamu" (Luk 17:21). Ia
memberitakan "Injil Kerajaan Allah" ( Luk 4:43). Demikian pula para
murid-Nya ( Luk 9:2). Khususnya dalam Injil Matius. menurut Injil-injil
Sinoptik.terlebih khusus Injil Matius biasanya lebih menyukai istilah Kerajaan
Surga. Maksud utama dari kerajaan di sini adalah pemerintahan atau ‘kedaulatan
atau kekuasaan raja-raja dan orang Yahudi tidak dapat percaya bahwa kenyataan
negara mereka yang ada, di bawah penguasaan Roma, sudah cocok dengan keadilan
Allah dan dengan perjanjian Allah dengan umat pilihan-Nya. Maka Allah, Raja
mereka, akan bertindak segera. Pemberitaan Yesus adalah bahwa sesungguhnya
pemerintahan Allah segera memasuki dunia ini. Albert Schweitzer menuliskan
karangan klasik yang menjelaskan pandangan bahwa bagi Yesus
pemerintahan/Kerajaan Allah ini sudah ada di depan pintu. Dalam apa yang
dikenal sebagai ‘ucapan-ucapan bahagia’ Kerajaan Allah itu dijanjikan sebagai
imbalan masa depan. Dalam Doa Bapa Kami para murid harus berdoa supaya Kerajaan
Allah datang. Schweitzer berpendapat bahwa Yesus mengerti diri-Nya sendiri
sebagai Mesias yang akan datang dan bahwa Yesus naik ke Yerusalem untuk
menanggung sengsara mesianik yang dibayangkan mendahului kedatangan, Kerajaan
Allah. Yesus rela mati, karena Allah terikat untuk membenarkannya. Yesus tidak
memberitahukan perananNya kepada orang banyak, dan menyuruh murid-murid-Nya
merahasiakan-Nya, sekalipun Yudas membuka rahasia itu kepada pemimpin-pemimpin
bangsa.[52]
Suatu pengertian lain dari berita Injil-injil Sinoptik adalah Yesus
memberitakan bahwa Kerajaan Allah sesungguhnya sudah hadir dalam kegiatan
pelayanan-Nya seperti tampak dalam pengusiran setan (eksorsisme) yang
dilakukan-Nya (Luk 11:20). Maksud utama dari perumpamaan-perumpamaan Yesus
adalah kedatangan dari Kerajaan Allah yang misterius misalnya perumpamaan
tentang Harta Terpendam dan Mutiara Yang Berharga. Kerajaan Allah ini masih
akan datang dalam arti bahwa pemerintahan Allah ini belum sepenuhnya menjadi
kenyataan di dunia ini. Seperti biji sesawi, pemerintahan Allah akan terus
bertumbuh dan begitulah kenyataannya sampai akhir zaman (Mr 4:26-29). Maka para
murid Yesus harus berperilaku seperti
mereka sudah menjadi anggota
Kerajaan Allah, seperti zaman baru itu sudah ada di sini. Ketaatan mutlak dalam
keadaan manusia sekarang ini, barangkali belum mungkin, tetapi Yesus meletakkan
garis-garis pedoman yang harus menjadi tujuan kita.
Pengetahuan ilmiah modern membuktikan bahwa dalam Injil, Kerajaan Allah
itu tidak dapat disamakan dengan Gereja, seperti pernah dikira sejak Bapa
Gereja Augustinus. Tidak mungkin pula Kerajaan Allah itu dipikirkan dalam
gagasan kebajikan manusia atau ganjaran, keadilan sosial untuk membangun
Kerajaan Allah’ Sekalipun demikian, kedua pengertian itu ada sangkut pautnya:
pemerintahan Allah mengandaikan suatu wilayah di mana pemerintahan itu dapat
diberlakukan, dan Gereja adalah masyarakat yang bermaksud memelihara rangsangan
dan daya tarik Kerajaan Allah itu. Sekalipun Kerajaan Allah ini tidak boleh
disamakan dengan suatu utopia manusia, selalu ada etika penting dan konsekuensi
sosial dari hal masuk ke dalam Kerajaan Allah itu, yang kedatangannya harus
dinantikan (Mat 22:9-10), dan nyatanya Yesus sendiri mewujudkan hal ini (Luk
7:33-34). Hierarkhi dan diskriminasi sosial tidak relevan ( Mat 22:9-10) dan
Yesus sendiri membuktikan hidup-Nya di luar prinsip-prinsip itu ( Luk 7:33-34).
Orang kaya muda yang kuasa ini diminta untuk melepaskan semuanya. Harus ada
kepercayaan penuh kepada Allah dan kasih ikhlas kepada sesama. Petrus diminta
untuk mengampuni 70 kali 7 kali; dan orang Samaria dalam perumpamaan Yesus itu
menolong seorang Yahudi yang terluka.
Dari pengertian diatas kelompok dapat menyimpulkan bahwa kerajaan Allah
adalah seorang raja yang memerintah dengan penuh kedaulatan, yaitu yesus
Kristus. Sebagai orang percaya yang sudah mengambil bagian dalam kerajaan Allah
dan takluk pada pemerintahannya, harus taat pada pemerintahan, yaitu menjadi
saksi dari raja yang berdaulat (memberitakan ini kerajaan Allah).
C.
Hubungan Gereja dan Kerajaan Allah
Penafsiran lain menghubungkan Gereja dan Kerajaan Allah. Sejak masa
Agustinus Kerajaan Allah sudah diidentifikasikan dengan Gereja. Waktu Gereja
bertumbuh Kerajaa Allah bertumbuh da meluas dunia. Pada saat Gereja memberitakan
injil keseluruh dunia pada saat itu pula Gereja memperlua Kerajaan Allah.
Kalangan yang optimis berpendapat bahwa misis Gereja adalah untuk memenangkan
seluruh dunia bagi Kristus, dan oleh karena itu mengubah dunia menjadi Kerjaan
Allah. Injil adalah kabar baik tentang karya penebusan adikodrati yang di
lakkan oleh Yesus Kristus dan Kerjaa Allah akan didirikan melalui proklamasi
Gereja tentang injil.
Menurut Adolf von Hamak ia memahami
dari sudut roh,kerajaan Allah adalah sebuah kekuatan rohani yang masuk kedalam
jiwa manusia dan menguasainya. Dengan demikin disimpulkan bahwa orang-orang
yang dipanggil keluar dari kegelapan
kepada terangnya yang ajaib pada saat itu juga kerajaan Allah hadir atas
orang tersebut. Sehingga gereja bersaksi dan memperluas kerajaan Allah.[53]
Ada perbedaan dan hubungan antara geraja yang adalah orang percaya dan
kerajaan Allah, kerajaan Allah adalah pemerintahan universitas Allah atas semua
ciptaan dan makhluk dan alam semesta,
termasuk di dalamnya para malaikat dan manusia. Gereja yang adalah orang
percaya sudah di tebus dan mengambil bagian dalam Kerajaan Allah. Kerajaan
Allah adalah kekal dan tidak terbatas, dan gereja adalah maksud kekal Allah.
Orang percaya atau gereja terbatas, tetapi menjadi alat demonstrasi secara
penuh dari kerajaan Allah. Sekalipun ada
perbedaan antara gereja dan kerajaan Allah tetapi memilki hubungan yang erat
dan tidak dapat dipisahkan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Allah
menghadirkan gereja di dunia dengan tujuan keselamatan yang kekal yaitu
mewartakan kerajaan Allah keseluruh dunia sehingga semua orang mendengarkan
injil Yesus Kristus, mereka yang datang kepada Yesus sebagai raja diatas segala
raja akan dilepaskan dan dimerdekakan dari dosa dan kuasa iblis, jauh dari pada
itu tujuan Allah bagi gereja didalam dan melalui Yesus Kristus adalah
keselamatan .
KEPUSTAKAAN
Carson. A. D
1997 Gereja Zaman Perjanjian Baru Dan Masa Kini Malang: Gandum
Mas
Conner, Kevin J.
2004 Jemaat
Dalam Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas
Douglas,
2000 Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Halim, Makmur
2000 Gereja
Ditengah-Tengah Perubahan Dunia, Malang: Gandum Mas
Ladd,
George Eldon
2013 The Gospel Of The Kingdom, Malang: Gandum Mas
Peters, George W.
2013 Teologi Pertumbuhan Gereja, Malang:
Gandum Mas
DAFTAR PUSTAKA
Abineno
Ch. L. J.,
2011 Garis-Garis Besar Hukum Gereja Jakarta: BPK Gunung Mulia
Aritonang, Jan S.
2010 Berbagai
Aliran di dalam dan di sekitar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Aritonang, Jan S. & Chr. de Jonge,
2009 Apa
dan Bagaimana Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Artanto Widi,
2008 Menjadi Gereja Misioner, Yogyakarta:
Taman Pustakan Kristen
Berkhof, H. & Enklaar,
2009 Sejarah
Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Bosch J. David
1991 Transforming
Mission, Paradigm Shifts In Theology Of Mission, Mariknoll, New York:
Orbiks Books
Conner, Kevin J.
2004 Jemaat
Dalam Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas
Dahlenburg,
1991 Konfensi-konfensi
Gereja Lutheran, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Douglas, J.
D.
2000 Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini Jijib 1 & 2, Jakarta : Yaysan Komunikasi Bina
Kasih/OMF
Gering M.
Howard,
2008 Kamus Alkitab, Jakarta : Immanuel
Halim, Makmur
2000 Gereja
Ditengah-Tengah Perubahan Dunia, Malang: Gandum Mas
Jonge, Christiaan de,
2011 Apa
itu Calvinisme?, Jakarta: BPK Gunung Mulia
2003 Gereja Mencari Jawab (Kapita selekta sejarah
gereja), Jakarta: BPK Gunung Mulia
Jonge, Christiaan de, dkk.
2003 Apa Dan Bagaimana Gereja, Jakarta : Bpk
Gunung Mulia
Ladd,
George Eldon
2013 The Gospel Of The Kingdom, Malang: Gandum Mas
Layantara, Hosea Nico,
2017 Khotbah Ibadah STT SGI, Surabaya
McGrath, Alister E.
2016 Sejarah
Pemikiran Reformasi, Jakarta: BPK Gunung Mulia
McIntosh
L. Gary,
2012 Biblical
Church Growth, Malang; Gandum Mas
Nabuasa,
Kamenia M.
2015 Diktat sejarah gereja umum, Surabaya:
STT-SGI
Packer J.I, dkk,
2004 Ensiklopedi Fakta Alkitab Bible Amanac-2, Malang;
Gandum Mas
Peters, George W.
2013 Teologi Pertumbuhan Gereja, Malang:
Gandum Mas
Ruswiyadi Paulus,
tt Sejarah GBIS, Surabaya; Badan Penerbit GBIS
Stevens, Jim & Jenson Ron
2004 Dinamika
Pertumbuhan Gereja, Malang: Gandum Mas
Wongso, Peter Dr.
1999 Tugas
Gereja Dan Misi Masa Kini, Malang: Seminary Alkitab Asia Tenggara
Yanse, Ruseniati
2017 Diktat
Pengantar Misiologi I, Surabaya, STT Sola Gratia Indonesia
350. Orang lain berpendapat bahwa kata
benda untuk para diaken dan latar belakang ayat 11 itu dalam suatu perikop lain
tentang diaken. Menunjukan bahwa jabatan diaken hanya dapat dipegang oleh
laki-laki, sedang wanita ialah sebagai pelengkap yang membantu pelayanan para
diaken. Namun, perintah yang tampaknya hanya ditujukan kepada laki-laki dapat
berlaku juga untuk perempuan (Kel.20:17), jadi diakonoi bisa mencakup diaken
wanita (bdg Rm.16:1), selanjutnya agar istilah diakonissa (diaken perempuan)
yang belum dikenal waktu itu bisa dipakai untuk menjelaskan bahwa wanita juga
dapat menjadi diaken, Paulus tidak memiliki pilihan lain kecuali menyebut
mereka menurut jenis kelaminnya gynaikes.
[44]
Jaminan yang dimaksudkan oleh Luther
bukan berarti pemahamannya kembali kepada gereja Abad Pertengahan (sakramen
dapat memberi keselamatan), namun ia bermaksud untuk menekankan bahwa dengan
kehadiran Kristus di dalam roti dan anggur, baik secara rohani maupun secara
jasmani menjadi tanda keselamatan yang lengkap. Dengan kehadiran Kristus juga,
manusia dipersatukan dengan Kristus, (Christiaan de Jonge, 2011:219). Istilah
Jaminan (Pfand) untuk menekankan
sifat pemberian kepastian dari ekaristi
(Alister, 2016:211)
[46] George Eldon Lado The Gospel Of The Kingdom ( penerbit Gandum Mas Malang
2013)16
Komentar
Posting Komentar