Ekkesiologi


disusun oleh: Lukianos Class
Kumpulan tugas Ekklesiologi



















KONSEP GEREJA MENURUT REFORMATOR






Oleh:
Dedi A. E. Hia
Natalia B.
Rut A. Djama


BAB I
PENDAHULUAN

          Gereja dalam panggilannya mengalami kemerosotan yang cukup hebat, para pemimpin gereja tidak bertanggungjawab dengan tugasnya, moral rohanian jemaat mengalami kelemahan, dan ini menjadi pergumulan bagi banyak hamba Tuhan yang melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh. Dalam materi ini akan dibahas bagaimana ada pandangan yang membangun dan mengubah kembali konsep gereja kearah gereja yang sesungguhnya.
A.   Latar Belakang
        Para reformator adalah orang-orang yang dipakai Tuhan dalam sejarah gereja yang melakukan kegerakan melawan struktur gereja yang sudah dibangun pada masa romawi, dengan berbagai ajaran yang hampir 99,9% dari 100% tidak sesuai dengan kebenaran Alkitab, untuk itulah konsep gereja menurut para reformator dikemukakan hingga zaman ini konsep mereka masih ada dan dipakai oleh gereja-gereja.
        Maka muncul reformasi Luther (1483-1546) sebagai gerakan pembaharuan dalam kontaks gereja katolik Roma akhir abab pertengahan. Luther memulai pembaharuan bukan dari gerejanya melainkan dari pemahaman mengenai cara manusia memperoleh keselamatan. Johanes Calvin (1509-1565) dalam institutio. gereja adalah alat utama yang diberikan Allah kepada orang-orang percaya untuk mewujudkan persekutuan dengan Kristus. dimana Calvin melihat gereja yang benar dimana firman diberitakan secara benar dan sakramen-sakramen dilayakan sesuai Firman Tuhan. melalui persekutuan orang percaya yang dipersatukan oleh Allah.[1] sedangkan Zwingli memunculkan pola gereja (1530-an) itu adalah pola Zwingli untuk menyerahkan disiplin gerejawi kepada pemerintah sekuler.[2]

B.   Rumusan masalah
·         Apa pengertian gereja ?
·         Bagaimana konsep gereja menurut para Reformator?
·         Apa yang menjadi penekanan  masing-masing konsep dari para reformator?

C.   Tujuan
Dari rumusan masalah diatas untuk mengetahui tujuan dari materi yang dibahas.
·         Untuk mengetahui pengertian gereja
·         Untuk mengetahui konsep gereja menurut para reformator
·         Untuk dapat membedakan masing-masing penekanan dari konsep gereja menurut para reformator











BAB II
ISI

A.   Pengertian Gereja
         Dalam perjanjian lama mempunyai dua pengertian gereja yakni Qahal dan Edah. Istilah Qahal berarti “jemaat” dan Edah “bertemu atau datang berkumpul bersama-sama ditempat yang telah ditunjukkan. Oleh sebab itu istilah Qadah Edah dipakai dalam Perjanjian Lama berarti menunjuk kepada jemaah Israel. Sedangkan dalam Perjanjian Baru mempunyai berasal dari kata Yunani Ekklesia (ekklhesia) yang berasal dari kata ek “keluar” dan kaleo “memanggil. Yang berarti sebagai kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia (kegelapan) kepada terang-nya yang ajaib (1 Petrus 2:9). Berbalik kegelapan kepada terang (KPR 26:18).[3]
         Pengertian gereja dalam bahasa Yunani mengistilahkan Ekklesia yang berarti pertemuan atau sidang yang dipergunakan di kota yang sudah resmi. Kata Ekklesia ini juga dipakai golongan Yahudi (LXX) bagi jemaat Israel (Kis 7:28). Ekklesia sebagai orang kristen pada mula-mulanya dipakai orang yahudi maupun non-Yahudi yang berarti pertemuan bukan organisasi. ekklesia yang bersifat setempat,[4] maksudnya khususnya jemaat Yerusalem pada zaman tersebut yang terpencar. Bagi gereja katolik, gereja merupakan suatu lembaga historis, kelihatan, yang mempunyai kesinambungan historis dengan gereja apostolis, yang belakang sayap radikal, gereja yang benar ada disorga dan tidak ada apa pun di bumi ini berhak memperoleh nama “gereja Allah”.[5] Menurut kamus Alkitab gereja adalah suatu perkumpulan yang terdiri dari orang-orang beriman yang berbalik kepada Tuhan.[6]
B.   Pandangan-Pandangan Reformasi Tentang Gereja

1.   Luther
        Para reformator awal meyakini bahwa gereja Abad pertengahan telah rusak dan ajarannya menyimpang karena melepaskan diri dari Kitab Suci satu pihak karena tambahan-tambahan manusia pada Kitab Suci. Pandangan mula-mula Luther tentang hakikat gereja merefleksikan penekanannya atas Firman Allah. Dimana ada Firman itu ada, disana ada iman, dan dimana ada iman, disana ada gereja yang benar. Luther wajib menyatakan bahwa “gereja yang palsu hanya mempunyai rupa yang kelihatan saja, meskipun dia juga memiliki jabaatan-jabatan Kristen”. Dengan kata lain, gereja Abad Pertengahan mungkin telah menyerupai gereja yang sebenarnya, tetapi dia benar-benar sesuatu yang berbeda.[7] Gereja sebagai kerajaan Kristus “gereja yang seluruhnya batiniah.[8]
        Maksud dari pandangan Luther adalah gereja itu bukan hanya bentuk fisiknya saja tetapi bagaimana gereja itu bertumbuh karena iman dan iman itu karena pendengaran akan firman Tuhan, sehingga Luther bukan meniadakan bentuk fisik tetapi gereja yang mengaplikasikan firman Allah itu sendiri, jadi bagi dia untuk apa punya gedung yang besar jika firman itu tidak direfleksikan. bagi Luther bukan berfokus pada gedung tetapi berfokus pada Firman itu sendiri (gereja yang sebenarnya adalah gereja yang berdasarkan Alkitab).
2.   Calvin
        Menurut Calvin, Tanda-tanda dari gereja yang benar adalah bahwa Firman Allah itu harus dikhotbahkan dan sakramen-sakramen dilayakan secara benar. Dia berpendapat bahwa ada petunjuk-petunjuk alkitabiah yang spesifik mengenai tata peraturan pelayanan yang benar di dalam gereja yang kelihatan sehingga suatu bentuk tata gereja merupakan suatu unsur dari ajaran. Calvin berbeda sedikit dengan Luther, bagi Calvin bila gereja itu sudah berdasarkan Firman Allah maka tatanan dalam gereja itu juga perlu berdasarkan Alkitab bagaimana gereja yang baik berdiri dengan struktur menejemen gereja yang baik pula, gereja yang kelihatan atau gedung itu bagi Calvin ada orang-orang yang mengambil bagian didalamnya yaitu bagian-bagian menejemen gereja.

3.   Zwingli
         Menurut pandangan Zwingli, kerajaan Kristus bukan hanya batiniah, kerajaan itu juga lahiriah sehingga Zwingli erat sekali menghubungkan gereja dengan Negara.[9] Bertantangan dengan Luther, yang bagi Luther tidak terlalu berfokus pada batiniah, namun bagi seorang Zwingli gereja itu bukan hanya batiniah tetapi juga lahiriah yang punya hubungan erat dengan negara dalam arti bagi Zwingli gereja bergantung pada negara dan negara bergantung pada gereja dan tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah kedua-duanya sama, tetapi bagi Zwingli juga menyatakan bahwa biar bagaimanapun hubungan negara dengan gereja negara juga harus mendengarkan firman Tuhan sehingga keputusan dari pemerintah adalah keputusan yang benar, dan sebagai warga gereja yang ada dalam negara harus juga menjadi warga negara yang baik.

C.   Penekanan Masing-masing Konsep dari Para Reformator
        Berdasarkan uraian dari setiap pandangan reformator tentang gereja, maka pada bagian ini, diuraikan juga beberapa penekanan dari setiap konsep mereka terhadap gereja itu sendiri.
1.   Calvin
         Calvin menekankan firman Allah.[10] Berpegang teguh bahwa suatu bentuk yang spesifik dari struktur dan administrasi gereja ditetapkan oleh Kitab Suci.
2.   Luther
         Sama dengan Calvin, Luher juga menekankan firman Allah.[11] Bagi Luther gereja terdiri dari perkumpulaan orang-orang yang dibenarkan, dari perkumpulaan orang-orang yang dipilih.
3.   Zwingli
         Bagi zwingli, menghubungkan erat sekali gereja dengan negara. Lebih menekankan pada Pengertian gereja.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
          Menurut kamus Alkitab gereja adalah suatu perkumpulan yang terdiri dari orang-orang beriman yang berbalik kepada Tuhan. dari point-point pandangan gereja dari para reformator diatas adalah pandangan yang saling melengkapi, bagi Luther gereja itu harus berfokus pada iman dan bagi Calvin harus ada pelayanan menejemen gereja yang baik dari suatu gereja dan bagi Zwingli gereja harus memiliki hubungan yang eret dengan negara karena gereja ada didalam negara. Sesuai dengan pengertian gereja menurut kamus Alkitab sesuai dengan ketiga pandangan ini bahwa gereja itu bertumbuh karena ada orang-orang yang bertobat karena iman kepada Kristus dan diaplikasikan dalam persekutuan dalam satu gedung gereja untuk merefleksikan firman Tuhan bersama-sama .
         Dari uraian materi diatas dapat disimpulkan bahwa sesuai dengan pandangan para reformator memiliki pandangan yang berbeda tentang gereja, yang sudah di jelaskan dalam materi,
         Kesimpulan kelompok tentang gereja adalah gereja ada karena Kristus yang berkenan menghadirkan gereja tersebut, dan menurut kelompok gereja adalah perkumpulaan orang-orang percaya, dipanggil dan ditempatkan didunia  untuk melayani Allah dan melayani manusia.


84
 
KEPUSTAKAAN

Abineno Ch. L. J.,
2011           Garis-Garis Besar Hukum Gereja Jakarta: BPK Gunung Mulia
Douglas, J. D.
1995           Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jijib 1 A-L, Jakarta : Yaysan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Gering M. Howard,
  2008           Kamus Alkitab, Jakarta : Immanuel

Jonge De Hr. Dkk.
2003           Apa Dan Bagaimana Gereja, Jakarta : Bpk Gunung Mulia
McGrath E. Alister,
2016            Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: Gunung Mulia
Nabuasa, Kamenia M.
  2015            Diktat sejarah gereja umum, Surabaya: STT-SGI













PERAN WANITA DALAM PELAYANAN GEREJA






Oleh
Arkilaus G.
Suryani D. Koi


BAB I
PENDAHULUAN

         Dalam dunia sekarang ini ketika melihat realitas Gereja dan pelayanan Hamba Tuhan adalah sebuah pekerjaan yang digemari banyak orang, yang sesungguhnya dengan motivasi yang keliru, tapi juga merupakan suatu kerugian besar bagi perkembangan dan kekayaan Gereja untuk memperkaya manusia dalam kekuatan Injil Allah. Kelompok digelisahkan oleh konsep orang-orang bahwa ada pelayanan yang harus dilakukan oleh pelayan khusus, dalam hal ini ada orang yang memiliki konsep bahwa perempuan adalah pribadi yang tidak layak berdiri diatas mimbar sebagai orang yang memberitakan Injil, atau menjadi pemimpin atas jemaat Tuhan.
A.   Latar Belakang Masalah
         Pertikaian dan perselisihan yang sering muncul dalam kehidupan bergereja karena adanya perbedaan pendapat, termasuk yang berpendapat bahwa perempuan tidak punya hak penuh dalam pelayanan Gereja. Konsep ini juga membawa suatu dampak kepada para perempuan, yakni adanya ketidakpercayaan diri atau merasa pekerjaan yang bersifat memimpin adalah bukan pelayanan mereka, tapi pelayanan dan tanggungjawab para Pria. Dengan demikian disinilah terletak satu akar persoalan yang menyangga persatuan Gereja makin hari makin lambat.
B.   Rumusan Masalah
         Berdasarkan latar belakang, maka dibuat rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1.   Apakah pelayanan Gereja adalah pekerjaan Tuhan?
2.   Apakah perempuan berhak melayani Tuhan dalam Gereja?

C.   Tujuan penulisan
         Bertolak dari rumusan masalah yang telah diberikan, maka pada bagian ini, diuraikan juga yang menjadi tujuan penulisan.
1.   Untuk mengetahui pelayanan Gereja adalah pekerjaan Tuhan.
2.   Untuk mengetahui bahwa perempuan berhak melayani Tuhan dalam Gereja.
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pelayanan Gereja adalah pekerjaan Tuhan
         Gereja adalah jemaat Allah (Mat.16:18), maka pertumbuhan Gereja baik secara kualitatif mau pun kuantitatif adalah karya Allah. Yesus Kristus sendiri yang berkata “diatas batu karang ini akan Kudirikan jemaat-Ku”, Yesus juga menjamin bahwa Gereja yang Ia dirikan adalah Gereja yang staknan secara hakiki, dikatakan alam maut tidak akan menguasainya. Sebagaimana Kej.3:15 telah dikenal menurut pengertian Heilgeschichte (sejarah penyelamatan) sebagai protovangelium (pemberitaan yang pertama) tentang usaha penyelamatan mulia oleh Allah, secara objektif dikerjakan oleh Kristus Yesus dan secara subjektif diwujudkan oleh tindakan mulia dari Roh Kudus dan iman kepada Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat; bahkan demikian jugaa Mat.16:18 tepatnya ini adalah rencana pertama Allah yang mulia untuk mendirikan Gereja-Nya.[12]
         Prinsip Pelayanan Gereja adalah jemaat ada dalam pertumbuhan; Gereja harus memiliki orang-orang yang tepat: yaitu pelayan-pelayan yang efektif. Secara mudahnya, Gereja-gereja yang memberi kehidupan dijalankan oleh orang-orang yang dengan sukarela mau menanamkan diri mereka dalam pelayanan yang memberi kehidupan. Paulus mengingatkan bahwa seorang pelayan bukanlah fokus pada program, tapi pada pertumbuhan rohani orang-orang (Ef.4:12) Seorang pelayan harus “Memperlengkapi (katartismos); memperbaiki atau membetulkan.[13]
         Dalam kejadian 1:27-28 bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan menurut gambar dan rupa Allah .Allah tidak menciptakan wanita untuk lebih rendah daripada laki-laki; dua-duanya sama penting.

B.   Pelayanan Perempuan Dalam Gereja
         Dalam Alkitab tidak ditemukan bahwa wanita tidak diperkenankan untuk pelayanan di Gereja, justru dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru banyak wanita yang dipakai Tuhan yaitu sebagai nabiah dalam Perjanjian Lama dan dalam Perjanjian Baru wanita juga terlibat aktif dalam pelayanan pembertiaan Injil karena Allah tidak membedakan kelamin dan di dalam Kristus tidak ada beda laki-laki dan perempuan, dan orang Kristen semua adalah satu di dalam Kristus Yesus.[14]
         Vivia Perpetua adalah seorang wanita yang punya pengaruh cukup besar pada abad 3, dengan gencarnya peraturan dan ancaman yang ditegahkan oleh Kaisar Roma, Septimius Severeus bahwa melarang orang mengikut Yesus Kristus dan bertobat. Wanita berusia 22 tahun yang berpendidikan juga seorang Ibu yang penuh Kasih, menceritakan iman dan hidupnya selama berada dalam penjara karena kepercayaan dan pertobatan kepada Kristus Yesus. Vivia juga sering mengadakan pertemuan doa dan sering Firman Tuhan. Menjelang malam hukuman mati terhadap orang-orang yang percaya Yesus, mereka melakukan perjamuan Kasih, dan Vivia menyanyikan Mazmur. Ia menghadapi binatang buas “dalam Roh” dan dalam kegembiraan, ia bergabung dengan teman-temannya yang sedang berlumuran darah oleh cengkraman binatang buas, sambil mendengar ejekan terhadap mazmur yang sedang dinyanyikan.[15]

C.   Pandangan-pandangan Terhadap Wanita

1.   Pandangan Terhadap Peran Wanita
         Menurut ajaran GBIS, seorang pendeta wanita yang berstatus gembala sidang dapat memimpin upacara pemakaman dan rangkaiannya, serta upacara penyarahan anak sedangkan untuk pelayanan sakramen, yakni perjamuan kudus dan baptisan air serta pemberkatan nikah, seorang pendeta wanita tidak diperkenankan memipinnya.[16]
         Maka, yang menjadi ukuran seseorang melayani Tuhan bukan karena berdasarkan gender, melainkan kualitas spritual dan moralitas hidupnya, apakah terbukti sebagai orang yang mempunyai bawaan seorang yang layak dihadapan Tuhan untuk melayani pekerjaan Tuhan atau tidak.


2.   Pandangan Dalam PL
        Wanita dalam ibadah:  wanita dianggap menjadi anggota dari “keluarga beriman”. Sebagai anggota, mereka dapat ikut serta dalam kebanyakan bidang ibadat itu. Taurat memerintah agar semua pria harus tampil dihadapan Tuhan tiga kali setahun. Rupanya kadangkadang kaum wanita pergi bersama mereka (Ul.29:10; Neh.8:2), tetapi mereka tidak haruskan pergi karena tiugas-tugas mereka yang penting sebagai isteri dan ibu.
        Wanita Sebagai Pemimpin Agama: Wanita melayani sebagai “Nabiah” artinya mereka menjadi juru bicara bagi Allah. Salah seorang Nabiah Ibrani yang penting adalah Hulda isteri Salum. Hulda aktif dalam pelayanan selama masa pemerintahan Raja Yosia. Ketika Kitab Taurat ditemukan dibait suci, para pemimpin Agama datang kepadanya dan bertany apa yang Allah ingin bangsa itu lakukan. Seluruh bangsa itu, termasuk Raja Yosia berusaha melaksanakan petunjuknya sampai kepada hal yang kecil-kecil, karena mereka yakin bahwa Allah telah berfirman dengan perantaraan Hulda (2 Raj.22:11; 23:25).[17]

3.   Pandangan Paulus Terhadap Wanita
         Paulus memiliki pemahaman yang konsisten secara konsisten dan penuh dengan kesempurnaan terhadap Karunia-karunia. Maka ada dua hal yang perlu dipahami:
1.   Karunia adalah karya Allah Trirunggal dan diberikan menurut kehendak-Nya, demikian juga pelayanan, berasal dari Allah dan bergantung kepada Allah. Hanya Allah yang sanggup memberikan kemampuan kepada seseorang dalam melayani dengan cara memberikan karunia dalam pelayanan.
2.   Dalam persekutuan tubuh Kristus dikenal rupa-rupa karunia. Prinsip yang sama menandai “pelayanan khusus” maupun ‘pelayanan umum’, bahwa ada kesatuan dalam bangunan tubuh dan ada bermacam-macam fungsi diantara anggotanya. Kalau semuanya diberi karunia oleh Allah maka semua punya hak untuk melayani.[18]
Contoh Wanita yang pelayanannya menonjol terdapat dalam I Tim.3:11. Disitu disebutkan isteri-isteri, kemungkinan mereka adalah para daiken wanita.350 Bisa jadi mereka itu adalah wanita lajang atau wanita yang telah berumur sehingga dapat melayani jemaat dengan sepenuh hati.[19]
         Pada prinsipnya Paulus memiliki sikap terhadap wanita yang melayani sama dengan Gurunya, yaitu bertentang dengan sikap para rabi. Dalam surat-suratnya ada sejumlah wanita yang dia sebut, dan tidak jarang dengan sikap menghormati.
         Jadi, Rasul Paulus tidak mempermasalahkan laki-laki atau perempuan yang layak melayani Tuhan, yang terpenting adalah bagaimana Allah sendiri yang berkenan memberikan karunia Roh Kudus kepada seseorang untuk masuk mengambil bagian dalam pelayanan, dalam hal ini untuk membangun tubuh Kristus. Menurut 1 kor 14:34-35 dan 1 timotius 2:11-12 alasan Paulus mengatakan bahwa wanita tidak boleh berbicara dalam pertemuan karena kontek di Korintus pada waktu itu karena ada banyak penyembahan-penyembahan kepada dewa-dewa kemuseman untuk itulah Paulus melarang wanita-wanita untuk diam dan bertudaung dalam pertemuan jemaat untuk membedakan perempuan takut Tuhan dengan perempuan penyembah berhala.









BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
        Pelayanan dalam Gereja adalah pekerjaan Allah dan Pelayanan Gereja adalah pekerjaan Mulia yang Allah percayakan kepada orang-orang pilihan-Nya. Maka, pelayanan Gereja bukanlah sesuatu perkara yang dapat diatur-atur atau dibuat-buat oleh manusia, yang ada Allah yang mengatur dan memberikan standar dalam pelayanan Gereja. Allah tidak pernah membatasi siapakah yang layak untuk melayani Dia dalam pelayanan Gereja, melainkan Allah memberikan mandat kepada orang-orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus dapat menjadi saksi bagi dunia (Mat.28:19-20). Perempuan dan laki-laki adalah objek dari pelayanan Gereja, laki-laki dan perempuan adalah subjek dari tugas Gereja.















KESPUSTAKAAN

Carson A.D,
1997           Gereja Zaman PB Dan Masa Kini, Malang; Gandum Mas
Douglas, J. D.     
tt                 Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II
McIntosh L. Gary,                                                     
2012           Biblical Church Growth, Malang; Gandum Mas 
Packer J.I, dkk,
2004           Ensiklopedi Fakta Alkitab Bible Amanac-2, Malang; Gandum Mas
Peters W. George,
          2013           Teologi Pertumbuhan Gereja, Malang; Gandum Mas
Ruswiyadi Paulus,
          tt                 Sejarah GBIS, Surabaya; Badan Penerbit GBIS










PANDANGAN REFORMATOR TENTANG PERJAMUAN KUDUS





Oleh
Alfeni
Sesilya Riyoli
Yatafati Zebua




BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
         Dalam sejarah gereja, banyak masalah-masalah yang terjadi dalam Kekristenan serta tantangan yang ada, khususnya tentang doktrin. Pada masa reformasi, hal ini juga yang menjadi tantangan bagi para reformator, yaitu bagaimana mengembalikan gereja dan ajarannya pada hakikatnya. Salah satunya ialah tentang sakramen (yang dikenal sebagai puncak ibadah) yang di dalamnya ada “Perjamuan Kudus”. Dalam karya tulis ini, kelompok mencoba mengemukakan pandangan beberapa reformator tentang Perjamuan Kudus tersebut.
         Pada dasarnya, penetapan untuk melaksanakan Perjamuan Kudus yaitu dalam I Korintus 11:23-25. Perjamuan Kudus merupakan perintah dari Yesus Kristus sendiri, sebagai suatu peringatan akan kematian Kristus di kayu salib untuk penebusan dosa dan juga sebagai suatu perjanjian yang dimeteraikan oleh darah Kristus. Perjanjian tersebut menunjuk pada inisiatif Allah untuk keselamatan di dalamnya. Dalam Perjamuan Kudus, iman merupakan sesuatu yang penting, dengan iman orang menerima perjanjian itu yaitu meterai keselamatan bagi orang percaya.

B.   Rumusan Masalah
         Berdasarkan uraian di atas, maka kelompok membuat rumusan masalah dalam bentuk poin-poin berikut.
1.   Bagaimana pandangan reformator tentang Perjamuan Kudus?
2.   Apa perbandingan antara pandangan reformator tentang Perjamuan Kudus?

C.   Tujuan Penulisan
         Dari rumusan masalah yang telah dibuat, maka yang menjadi tujuan penulisan dari karya tulis ini ialah, sebagai berikut.
1.   Untuk mengetahui pandangan para reformator tentang Perjamuan Kudus.
2.   Untuk mengetahui perbandingan antara pandangan para reformator tentang Perjamuan Kudus.


BAB II
ISI

          Pada abad pertengahan, salah satu yang menjadi dasar para reformator untuk melakukan reformasi ialah mengenai sakramen. Pada dasarnya Gereja Katolik Roma mengakui bahwa sakramen-sakramen itu ada tujuh yaitu: baptisan, konfirmasi (peneguhan), ekaristi (perjamuan kudus),  penebusan dosa, pengurapan orang sakit, penahbisan dan pernikahan.[20] Bagi para reformator, dari ketujuh sakramen tersebut, hanya dua saja yang sakramen disahkan oleh Perjanjian Baru sedangkan yang limanya dianggap tidak sesuai dan tidak termasuk sebagai sakramen. Menurut Luther, hanya dua sakramen di dalam gereja Allah yaitu baptisan dan roti, dengan alasan bahwa hanya di dalam dua sakramen inilah kita menemukan tanda yang dilembagakan secara ilahi dan janji akan pengampunan dosa.[21] Zwingli juga mengatakan bahwa kedua sakramen ini sebagai tanda-tanda kesetiaan Allah kepada umat-Nya dan janji anugerah-Nya untuk keampunan,[22] dan lima sakramen lainnya ditolak. Calvin menegaskan bahwa sakramen harus di dasarkan atas “janji dan perintah Allah” dan kedua sakramen (baptisan dan perjamuan kudus)  sebagai sakramen yang tetap berkaku, dan yang lainnya ditolak.[23] Sakramen merupakan akomodasi (bantuan) yang penuh anugerah bagi keselamatan. Ketiga tokoh ini sama-sama menolak ketujuh sakramen dan hanya dua yang diterima karena hanya itu yang benarkan dalam Alkitab sebagai sakramen.
         Dari kedua sakramen, hanya satu bagian saja yang menjadi pembahasan yang akan diuraikan, yaitu Perjamuan Kudus.

A.   Padangan Reformator tentang Perjamuan Kudus
         Bertolak dari penjelasan di atas, maka pada bagian ini diuraikan tentang pandangan dari para reformator, khususnya tentang Perjamuan Kudus. Tentang bagaimana para reformator menyampaikan setiap tanggapan serta pandangan dari setiap mereka terhadap ajaran Gereja Katolik Roma mengenai Perjamuan Kudus.
1.   Martin Luther
          Dalam Gereja Katolik Roma, Perjamuan Kudus dianggap sebagai pusat dalam ibadah. Perjamuan Kudus merupakan persembahan atau korban sejati sebagai pengganti korban Israel, oleh gereja. Sehingga dalam perayaan perjamuan, hosti (yang dianggap Kristus hadir di dalamnya) menjadi sasaran penyembahan. Selain itu juga, Gereja Katolik Roma mengajarkan tentang perjamuan kudus yaitu transsubstansiasi. Transsubstansiasi (trans artinya berubah, dan substansi artinya hakikat atau zat). Jadi Transsubstansiasi perubahan bentuk yaitu roti dan anggur serta merba berubah menjadi daging dan darah Kristus.[24] Dalam ajaran Katolik dianggap bahwa perjamuan kudus itu bukan hanya lambang kematian Kristus, tetapi anggur dan roti itu berubah menjadi darah dan daging Kristus. Hal inilah yang menjadi dasar bagi Luther untuk mengadakan reformasi (secara khusus tentang perjamuan).
          Semua ajaran tersebut ditolak oleh Martin Luther (maupun reformator lainnya). Luther menolak cara teologi Katolik yang menjelaskan kehadiran Kristus dalam perjamuan kudus dalam ajaran tentang Transsubstansiasi.[25] Dalam ajaran Luther, (bahkan sampai pada aliran Lutheran) perjamuan kudus disebut konstansiasi (con artinya bersama-sama; bebarengan; substansi: hakikat, zat). Artinya: kedua unsur perjamuan, yaitu roti dan anggur, mencakup dua hakikat (substansi) sekaligus: hakikat jasmani, tetap sebagai roti dan anggur, dan hakikat rohani, sebagai tubuh dan darah Kristus yang diterima peserta perjamuan secara nyata.[26] Jadi kehadiran nyata dari tubuh dan darah Kristus melalui roti dan anggur tetap dipercayai oleh Luther.
         Namun Luther lebih menonjolkan iman dalam Perjamuan Kudus. Bagi Luther Perjamuan Kudus adalah tanda nyata atau meterai bahwa keselamatan yang dijanjikan dalam Firman mengenai penebusan dosa oleh Kristus pada kayu salib, benar-benar diberikan kepada orang yang menyerahkan diri dalam iman kepada Allah yang rahmani. Tanpa iman, perjamuan kudus menjadi tanda keselamatan yang tidak efektif.[27] Seperti pernyataan Luther sendiri yang mengatakan bahwa: Sebab, di mana ada firman dari Allah perjanjian, di situ mesti ada iman dari orang percaya yang menerimanya. Karena itu, jelaslah bahwa keselamatan kita adalah atas inisiatif Allah sendiri (tanpa usaha apapun dari pihak manusia), dan iman pada firman perjanjian Allah-lah yang menjadi respon dari kita.[28] Manusia tidak memperoleh keselamatan dengan melakukan perbuatan-perbuatan baik atau dengan rajin menerima sakramen perjamuan kudus dari tangan gereja, tetapi dengan menyerahkan diri dalam iman (sola fide yaitu hanya dengan iman) kepada Allah yang menyelamatkan manusia hanya karena kasih karunia saja (sola gratia), hanya karena Kristus.[29] Ucapan atau perbuatan manusia tidak dapat menghadirkan tubuh dan darah Kristus dalam perjamuan. Ini harus diserahkan hanya kepada kemahakuasaan Allah dan Firman, dalam penetapan dan pengaturan Yesus Kristus.[30] Luther tetap memegang bahwa Perjamuan Kudus merupakan meterai keselamatan yang telah dijanjikan Allah di dalam firman-Nya dan di dalamnya iman orang yang ikut menerima Perjamuan Kudus menjadi sesuatu yang tidak dapat ditiadakan.
         Berkaitan dengan penolakan Luther pada transsubstansiasi dari ajaran Gereja Katolik Roma, maka ada banyak hal-hal lain yang ditolak juga berkaitan dengan sakramen ini, diantaranya: pengadaan misa bagi orang yang sudah meninggal (bagi Luther sakramen diberikan Allah kepada orang hidup, bukan kepada orang mati), kesalehan kepada hosti[31] (roti untuk dimakan bukan untuk disembah), dan larangan untuk tidak minum cawan anggur.
         Dalam hal ini, walaupun Luther menolak transsubstansiasi yang diajarkan oleh Gereja Katolik Roma, ia percaya pada kehadiran nyata dari tubuh dan darah Kristus, namun semuanya tidak dapat dipisahkan dengan iman kepada Allah yang Mahakuasa.
2.   Ulrich Zwingli
         Zwingli menolak kehadiran yang nyata dari tubuh dan darah Kristus, ia menegaskan bahwa roti dan anggur hanya lambang dari tubuh dan darah Kristus. Bagi Zwingli Perjamuan Kudus merupakan peringatan pengucapan syukur, pada waktu mana kita memperingati karya Kristus di kayu salib. Ia juga berpendapat, bahwa “tubuh” dan “darah” adalah lambang untuk keselamatan yang diperoleh Kristus dengan tubuh dan darah-Nya di kayu salib.[32] Berdasarkan Matius 26:26, Zwingli berpendapat bahwa “seolah-olah” Kristus berkata:
“Aku mempercayakan kepada kamu suatu simbol penyembahan diri dan wasiat saya, untuk membangkitkan di dalam kamu pengingatan akan Aku dan kebaikan-Ku kepadamu sehingga ketika kamu meihat roti ini dan cawan ini, berbicara dalam perjamuan malam peringatan ini kamu boleh mengingat Aku yang diserahkan untuk kamu, seakan-akan kamu melihat Aku di hadapanmu seperti kamu melihat Aku sekarang makan bersama kamu”.[33]
Zwingli beranggapan bahwa perjamuan kudus merupakan peringatan akan tubuh dan darah Kristus. Dengan pernyataan tersebut, Zwingli tetap berpandangan bahwa perjamuan kudus merupakan simbol dan untuk mengingat Kristus yang telah mati di kayu salib. Selain itu juga, Zwingli berpendapat bahwa Perjamuan Kudus memperkuat iman orang yang ikut merayakannya.
        Walaupun demikian, Zwingli tidak menyangkal hubungan antara perjamuan kudus dan keselamatan (maka jemaat merayakan perjamuan kudus hanya untuk “memperingati” kematian Kristus pada kayu salib demi keselamatan manusia), dan melalui perjamuan kudus iman orang percaya makin diperkuat. Dalam arti bahwa Perjamuan Kudus merupakan peringatan akan karya keselamatan dari Kristus Yesus yang telah mati di kayu salib. Pada akhirnya, Zwingli menerima kehadiran Kristus pada waktu perayaan perjamuan kudus dalam Roh Kudus, namun tidak terikat pada roti dan anggur (seperti pandangan Luther). Kehadiran Kristus bukan melalui atau di dalam roti dan anggur melainkan di tengah-tengah jemaat yang sedang menerima perjamuan kudus tersebut. Artinya bahwa Kristus hadir di dalam hati orang-orang percaya.[34] Kehadiran tersebut bukan kehadiran secara jasmani tetapi secara rohani, karena tubuh Kristus telah ada di sorga. Karena itu, Zwingli pun tidak menerima bahwa Perjamuan Kudus merupakan meterai keselamatan, Perjamuan Kudus hanyalah simbolis.[35] Untuk menerima apa yang diterima Kristus pada kayu salib yaitu penebusan yang ditunjukkan kepada manusia, tidak perlu orang dipersatukan secara jasmani dengan Kristus, namun penebusan itu hanya diterima dengan iman.
3.   Johanes Calvin
         Mengenai perjamuan kudus, Calvin mengambil jalan tengah antara Luther dan Zwingli. Ia menolak bahwa Kristus hadir secara jasmani dalam perjamuan Kudus dengan cara yang diajarkan Luther. Ia juga menolak bahwa Perjamuan Kudus hanya tindakan “pengakuan” jemaat yang memupuk semangat iman saja, seperti dikatakan Zwingli. Bagi Calvin, Perjamuan Kudus adalah tanda yang diberikan Kristus mengenai keselamatan manusia, yang memeteraikan keselamatan itu dalam diri orang percaya. Iman juga tidak dapat dipisahkan di dalamnya. Terlepas dari iman, Perjamuan Kudus roti dan anggur melulu. Akan tetapi dalam iman keselamatan itu menjadi begitu nyata, sehingga Calvin mengatakan bahwa Kristus sungguh-sungguh hadir, bukan dengan tubuhnya (karena tubuhnya ada di sorga) tetapi dalam Roh Kudus.[36] Artinya bahwa Calvin hanya melihat kehadiran tubuh dan darah Kristus secara rohani dalam roti dan anggur.[37] Roti dan anggur itu sendiri tidak boleh dianggap sama saja dengan tubuh dan darah yang ada di dalam surga itu, melainkan dianggap sebagai tanda dan meterai anugerah dan kasih Tuhan di dalam Yesus Kristus.[38] Dalam pandangannnya lagi Calvin mengatakan bahwa Perjamuan Kudus adalah tanda (dan tidak hanya sekadar peringatan kematian Kristus, namun menambahkan sesuatu pada iman orang percaya dan apa yang disampaikan dalam pemberitaan Firman), tetapi bukan tanda kosong, sebab tanda ini diberikan Allah melalui Anak-Nya, supaya orang percaya melalui roti dan anggur dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus.[39] Dalam Perjamuan Kudus, Kristus sungguh-sugguh hadir untuk menjadi satu dengan orang-orang percaya, dan menguatkan iman mereka. Kristus membuat makanan jasmani menjadi rohani, sehingga orang-orang yang ikut dalam Perjamuan Kudus menerima apa yang telah diterima Kristus pada kayu salib, yakni pengampunan dosa dan hidup yang kekal.[40]
         Selain itu juga, Calvin menekankan bahwa segala sesuatu yang dilakukan hanya untuk kemuliaan Allah, termasuk perayaan perjamuan kudus. Dalam perayaan perjamuan kudus, Calvin menegaskan bahwa harus dijaga ketat agar tidak diikuti oleh orang-orang yang mencemarkan nama Allah lewat perilaku mereka yang tidak pantas ataupun lewat ajaran sesat yang mereka anut.[41] Dalam pengertian bahwa kesucian orang-orang yang ikut serta dalam atau yang menerima perjamuan kudus harus tetap dijaga, karena kesucian itu sangat penting.

B.   Perbandingan antara Pandangan Reformator tentang Perjamuan Kudus
         Dari berbagai macam pandangan reformator tentang perjamuan kudus, tentu ada yang menjadi perbedaan dan persamaan dalam setiap ajaran mereka. Maka dalam perbandingan ini, dapat diketahui tentang persamaan dan perbedaan tersebut.
1.   Persamaan
         Luther dan Calvin mempunyai pandangan yang sama bahwa perjamuan itu adalah pertama-tama suatu pemberian Allah dan bukan suatu perbuatan pengakuan manusia. Roti dan anggur bukanlah hanya lambang saja, tetapi alat yang dipakai untuk memberikan tubuh dan darah Kristus yang sebenarnya kepada kita.[42] Mereka (maupun Zwingli) juga sama-sama menolak trassubstansiasi yang diajarkan oleh Gereja Katolik Roma, namun keberadaan (eksitensi) roti dan anggur secara lahiriah tidak dihilangkan oleh pengucapan rumusan perjamuan itu (roti dan anggur tetap pada keberadaannya), dan rumusan yang diucapkan imam tidak punya khasiat bagaikan mantera, mengubah substansi unsur-unsur perjamuan itu.[43] Luther dan Calvin lebih menekankan bahwa perjamuan bukan hanya sekedar tanda, namun sebagai meterai keselamatan karena di dalamnya Kristus hadir dan orang percaya dipersatukan dengan Kristus melaluinya.
2.   Perbedaan
         Penolakkan Luther terhadap Gereja Katolik Roma mengenai transsubstansiasi (roti dan anggur serta-merba berubah menjadi tubuh dan darah Kristus), dimana menurut Luther roti dan anggur mencakup kedua hakikat (substansi) sekaligus: hakikat jasmani dan hakikat rohani, menjadi perbedaan antara Luther dan Calvin. Calvin berpandangan bahwa dalam perjamuan kudus, tubuh dan darah Kristus hadir secara rohani saja dalam roti dan anggur, tidak secara jasmani. Karena bagi Luther, kendati roti dan anggur tetap berada dalam substansinya, tetapi (sesuai dengan janji Kristus) serempak dengan itu tubuh dan darah Kristus hadir secara nyata, baik secara rohani maupun secara jasmani. Meskipun Calvin dan Zwingli sama-sama tidak percaya bahwa Kristus hadir secara jasmani, karena tubuh Kristus ada di sorga, namun Zwingli tetap memiliki pandangan yang berbeda yaitu bahwa Kristus hadir namun tidak terikat pada roti dan anggur (Kristus hadir di tengah jemaat yang merayakan Perjamuan Kudus).
         Menurut Luther, dengan Kristus menjadi manusia supaya seluruh manusia memperoleh keselamatan baik jiwa dan roh (bagi Luther, tidak cukup jika hanya jiwa manusia yang diselamatkan), sedangkan Zwingli menolak bahwa keselamatan, yang terutama menyangkut jiwa, dikaitkan  dengan hal-hal duniawi seperti roti dan anggur (makanan jasmani: roti dan anggur, tidak mungkin menjadi tanda atau meterai keselamatan). Bagi Luther kehadiran tubuh Kristus dalam perjamuan menjamin[44] keselamatan (dengan makan roti dan anggur orang dipersatukan secara rohani dan jasmani dengan Kristus), sedangkan bagi Zwingli hal ini justru membahayakan realitas keselamatan.[45] Luther berpandangan bahwa sakramen adalah pemberian Allah, sedangkan Zwingli berpadangan bahwa sakramen sebagai kewajiban jemaat untuk menaati perintah Yesus. Calvin berbeda dengan Zwingli, yang mengatakan bahwa Perjamuan Kudus memupuk semangat iman saja, tetapi bagi Calvin bukan hanya sekedar memperkuat iman tetapi sebagai meterai keselamatan dalam diri orang percaya.

         Pandangan-pandangan para reformator tentang sakramen khususnya perjamuan kudus, yang terus berbeda dan berpegang pada pandangan masing-masing, mengakibatkan perselisihan di antara reformator hingga kepada aliran-aliran yang menganut ajaran mereka.
























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
         Dari uraian tentang Perjamuan Kudus menurut para reformator, maka kelompok memberi kesimpulan bahwa Perjamuan Kudus bukan suatu syarat untuk mendapat keselamatan namun merupakan meterai keselamatan itu sendiri. Dalam perayaan Perjamuan Kudus, Kristus hadir dan orang yang mengikutinya tidak terlepas dari iman serta memperkuat iman itu sendiri. Orang percaya dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus melalui Perjamuan Kudus. Kehadiran Kristus bukan berarti bahwa roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Dengan kata lain hanya dengan iman orang mampu melihat bahwa roti dan anggur, telah menjadi tubuh dan darah Kristus.
Perjamuan Kudus sangat berkaitan erat dengan iman, sebab tanpa iman manusia tidak dapat merasahkan apa yang sebenarnya terkandung dalam Perjamuan Kudus itu. Perjamuan Kudus itu menjadi tanda keselamatan yang diberikan Allah bagi manusia melalui kematian Yesus Kristus di kayu salib. Hal ini hanya bisa dirasakan oleh orang yang memiliki iman kepada Kristus, dengan demikian Perjamuan Kudus bukan hanya sebagai sesuatu sakramen biasa saja tetapi manusia dibawah untuk melihat dan merenungkan bagaimana pengorbanan Kristus Yesus di atas kayu salib sebagai korban persembahan yang hidup yang tak bercela yang dilakukan-Ny satu kali dan untuk selama-lamanya. Sehingga keselamatan itu diterima oleh setiap orang yang percaya pada-Nya.















KEPUSTAKAAN


Aritonang, Jan S.
2010           Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Aritonang, Jan S. & Chr. de Jonge,
2009           Apa dan Bagaimana Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Berkhof, H. & Enklaar,
          2009           Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Dahlenburg,
          1991           Konfensi-konfensi Gereja Lutheran, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Jonge, Christiaan de,
2011           Apa itu Calvinisme?, Jakarta: BPK Gunung Mulia
2003           Gereja Mencari Jawab (Kapita selekta sejarah gereja), Jakarta: BPK Gunung Mulia
McGrath, Alister E.
2016           Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: BPK Gunung Mulia



 












GEREJA DAN KERAJAAN ALLAH







Oleh:
Salatieli Waruru
Yanto Nd. Lukur
Yules Nd. Langga


BAB I

PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
         Dalam menunjang standar kelulusan Akademik mahasiswa di wajibkan untuk dapat menyelesaikan tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa didalam menyelesaikan tugas yang di berikan oleh dosen, dalam hal ini tugas kelompok yang berjudul Hubungan Gereja Dan Kerajaan Allah. Banyak orang yang kurang memahami tentang Gereja itu apa dan kerajaan Allah itu apa dan apa yang menjadi kesatuan antara Gereja dan kerajaan Allah satu bagian Firman Tuhan yang mendasari (1 kor 3:16) jadi dalam hal ini kelompok akan menjelaskan apa yang di maksud dengan Gereja dan kerajaan Allah dan bagai mana hubungan gereja dan kerajaan Allah dan bukan hanya ini saja namun kelompok menjelaskan apa yang menjadi tugas gereja yaitu untuk memberitakan injil kesuluruh dunia dan memperluas kerajaan Allah.[46]
B.   Rumusan Masalah
         Dari pemaparan bagian latar belakang di atas maka kelompok dapat menyusun bagian rumusan Masalah yang menjadi pembahasan dalam bagian isi dengan demikian ada 3 hal yang akan di uraikan kelompok yaitu:
1.   Apa yang dimaksud dengan gereja?
2.   Apa yang dimaksud dengan Kerajaan Allah?
3.   Bagaimana hubunga gereja dengan Kerajaan Allah?

C.   Tujuan Penulisan
         Uraian demi uraian dari latar belakang dan rumusan masalah diatas maka hal ini pun perlu ada pejelasan tujuan penulisan untuk lebih memperjelas makalah yang di paparkan oleh kelompok yaitu:
1.   Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Gereja
2.   Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kerajaan Allah
3.   Untuk mengetahui Hubungan Gereja dan Kerajaan Allah.

BAB II
ISI

A.   Gereja
1.   Gereja dalam Perjanjian Lama
         Konsep tentang “umat Allah” sebagai sidang jemaat berasal dari perjanjian Lama, yaitu perhimpunan bangsa israel yang sedang menghadap Tuhan di gunung sinai, Allah menuntut Firaun, biarkanlah umat-Ku pergi, supaya mereka beribadah kepada-Ku di padang gurun (Kel 7:16b). Ibadah tersebut merupakan persekutuan khusus untuk penyembahan ( perayaan bagi-Ku Kel 5:1). Ibadah bangsa Israel kepada Tuhan menunjukan bahwa mereka adalah umat-Nya (Kel 4:22-23). Melalui ibadah tersebut janji Allah kepada umat-Nya di teguhkan, dalam Perjanjian Lama Gereja di pakai istilah “qahal” di gunakan untuk pengertian komunitas umat Allah. Sidang Jemaat di padang gurun merupakan sidang jemaat yang pasti bagi bangsa Israel, yaitu sidang jemaat yang membuat perjanjian ketika Allah menyatakan umat tebusan-Nya sebagai kepunyaan-Nya. kitab ulangan menyebutnya sebagai hari berkumpul (Ul. 4:10 LXX; 9:10; 10:4; 18:16).[47]
         Kata ekklesia juga dipakai di kalangan Yahudi (LXX) bagi “jemaat Israel” yg dibentuk di Sinai dan dikumpulkan di depan hadirat Allah pada hari-hari raya tahunan, yakni pengantara yang ditunjuk Allah menjadi wakil umat (Kis 7:38).[48] Artinya Gereja dalam perjanjian Lama di mulai dari perhimpunan (persekutuan) bangsa Israel dan dalam hal ini umat israel menunjukkan bahwa umat-Nya sendiri, dalam pengertian sidang jemaat di padang gurun merupakan sidang jemaat yang pasti bagi bangsa Israel yaitu dengan tujuan menyatakan umat tebusan-Nya atau dalam arti sebagai kepunyaan-Nya
         Dengan demikian kelompok dapat menyimpulkan bahwa gereja dalam Pl adalah komunitas umat Allah dan persekutuan atau melakukan ibadah kepada Allah. Dan merupakan keharusan  bagi umat Allah untuk ibadah (penyembahan) kepada Allah.
2.   Gereja dalam Perjanjian Baru
         Pertama kali yang menyebut gereja adalah Tuhan Yesus sendiri dalam perjanjian Baru, dan Aku pun berkata kepada mu, engkau adalah petrus dan diatas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatku dan alam maut tidak akan menguasainya (Mat 16:18).  tetapi kamu adalah bangsa yang terpilih imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib. 1 pet 2;9-10. Istilah Yunani ekklesia berarti pertemuan atau sidang (jemaat,TEMU, PERTEMUAN). Kata ini umumnya dipakai bagi sidang umum dari penduduk kota yg dikumpulkan secara resmi. Sidang seperti ini menjadi ciri segala kota di luar Yudea, di mana Injil dimasyhurkan ( Kis 19:39). Gereja merupakan suatu suatu wadah rohani  dimana orang-orang diselamatkan itu masuk dalam persekutuan tubuh Kristus.  Dimana orang-orang yang berlatar belakang budaya dan lingkungan dunia dan masyarakat yang majemuk menerima berita injil secara sukarela oleh pertolongan Roh Kudus, dan memasuki suatu persekutuan masyarakat rohani yang majemuk, oleh pertolongan dan bimbingan Roh Kudus, orang-orang percaya dapat bersatu dan melebur diri ke dalam persekutuan tanpa kehilanan jati dirinya.[49] Gereja adalah jemaat Allah atau buatan Allah (Ef 2:10) asalnya ialah maksud abadi dari Allah (Ef  1:4; 3:11) baik asalnya, bentuk, susunan, misi, maksud, daya hidup dan tujuannya adalah menyatakan kasih, hikmat , Anugrah dan kehendak Allah (Ef1:3-12) artinya gerja adalah hasil karyanya diciptakan dalam Yesus Kristus, itulah gereja Allah, Rumah Allah, Imam-imam Allah, tubuh Kristus, bait Allah yang didiami Roh kudus.[50]
         Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa geraja yang di maksudkan di sini adalah orang-orang terpilih /terpanggil keluar dari kegelapan (berdosa) untuk menerima keselamatan yang kekal didalam terang Kristus Yesus.

B.   Kerajaan Allah
         Dalam bahasa iggris kata Kerajaan terbentuk dalam dua kata yaitu “king’s Domain” yang artinya wilayah atau daerah yang di kuasai dan di perintah oleh seorang raja. Dengan demkian, yang dimaksud dengan Kerjaan Allah adalah pemerintahan atau kekuasaan Allah, yang meliputi surga dan bumi. hal ini berkaitan erat dengan maksud Allah yaitu memperluas pemerntahan Allah.
         Kerajaan Allah di terjemahkan dalam bahsa yunani Basleia kata ini berbicara tentang goncangan, peraturan, pengelolaan pemerintah oleh seorang raja atau pemeritahan seorang raja dalam Kerajaan Allah.[51]
         Kamus KeciL TB-Pemerintahan Allah sebagai Raja yang hendak dilaksanakan di sorga maupun di bumi. Dengan kedatangan Yesus Kristus Kerajaan Allah sudah dekat ( Mat 4:17), bahkan berada "di antara kamu" (Luk 17:21). Ia memberitakan "Injil Kerajaan Allah" ( Luk 4:43). Demikian pula para murid-Nya ( Luk 9:2). Khususnya dalam Injil Matius. menurut Injil-injil Sinoptik.terlebih khusus Injil Matius biasanya lebih menyukai istilah Kerajaan Surga. Maksud utama dari kerajaan di sini adalah pemerintahan atau ‘kedaulatan atau kekuasaan raja-raja dan orang Yahudi tidak dapat percaya bahwa kenyataan negara mereka yang ada, di bawah penguasaan Roma, sudah cocok dengan keadilan Allah dan dengan perjanjian Allah dengan umat pilihan-Nya. Maka Allah, Raja mereka, akan bertindak segera. Pemberitaan Yesus adalah bahwa sesungguhnya pemerintahan Allah segera memasuki dunia ini. Albert Schweitzer menuliskan karangan klasik yang menjelaskan pandangan bahwa bagi Yesus pemerintahan/Kerajaan Allah ini sudah ada di depan pintu. Dalam apa yang dikenal sebagai ‘ucapan-ucapan bahagia’ Kerajaan Allah itu dijanjikan sebagai imbalan masa depan. Dalam Doa Bapa Kami para murid harus berdoa supaya Kerajaan Allah datang. Schweitzer berpendapat bahwa Yesus mengerti diri-Nya sendiri sebagai Mesias yang akan datang dan bahwa Yesus naik ke Yerusalem untuk menanggung sengsara mesianik yang dibayangkan mendahului kedatangan, Kerajaan Allah. Yesus rela mati, karena Allah terikat untuk membenarkannya. Yesus tidak memberitahukan perananNya kepada orang banyak, dan menyuruh murid-murid-Nya merahasiakan-Nya, sekalipun Yudas membuka rahasia itu kepada pemimpin-pemimpin bangsa.[52]
        Suatu pengertian lain dari berita Injil-injil Sinoptik adalah Yesus memberitakan bahwa Kerajaan Allah sesungguhnya sudah hadir dalam kegiatan pelayanan-Nya seperti tampak dalam pengusiran setan (eksorsisme) yang dilakukan-Nya (Luk 11:20). Maksud utama dari perumpamaan-perumpamaan Yesus adalah kedatangan dari Kerajaan Allah yang misterius misalnya perumpamaan tentang Harta Terpendam dan Mutiara Yang Berharga. Kerajaan Allah ini masih akan datang dalam arti bahwa pemerintahan Allah ini belum sepenuhnya menjadi kenyataan di dunia ini. Seperti biji sesawi, pemerintahan Allah akan terus bertumbuh dan begitulah kenyataannya sampai akhir zaman (Mr 4:26-29). Maka para murid Yesus harus berperilaku seperti  mereka  sudah menjadi anggota Kerajaan Allah, seperti zaman baru itu sudah ada di sini. Ketaatan mutlak dalam keadaan manusia sekarang ini, barangkali belum mungkin, tetapi Yesus meletakkan garis-garis pedoman yang harus menjadi tujuan kita.
         Pengetahuan ilmiah modern membuktikan bahwa dalam Injil, Kerajaan Allah itu tidak dapat disamakan dengan Gereja, seperti pernah dikira sejak Bapa Gereja Augustinus. Tidak mungkin pula Kerajaan Allah itu dipikirkan dalam gagasan kebajikan manusia atau ganjaran, keadilan sosial untuk membangun Kerajaan Allah’ Sekalipun demikian, kedua pengertian itu ada sangkut pautnya: pemerintahan Allah mengandaikan suatu wilayah di mana pemerintahan itu dapat diberlakukan, dan Gereja adalah masyarakat yang bermaksud memelihara rangsangan dan daya tarik Kerajaan Allah itu. Sekalipun Kerajaan Allah ini tidak boleh disamakan dengan suatu utopia manusia, selalu ada etika penting dan konsekuensi sosial dari hal masuk ke dalam Kerajaan Allah itu, yang kedatangannya harus dinantikan (Mat 22:9-10), dan nyatanya Yesus sendiri mewujudkan hal ini (Luk 7:33-34). Hierarkhi dan diskriminasi sosial tidak relevan ( Mat 22:9-10) dan Yesus sendiri membuktikan hidup-Nya di luar prinsip-prinsip itu ( Luk 7:33-34). Orang kaya muda yang kuasa ini diminta untuk melepaskan semuanya. Harus ada kepercayaan penuh kepada Allah dan kasih ikhlas kepada sesama. Petrus diminta untuk mengampuni 70 kali 7 kali; dan orang Samaria dalam perumpamaan Yesus itu menolong seorang Yahudi yang terluka.
         Dari pengertian diatas kelompok dapat menyimpulkan bahwa kerajaan Allah adalah seorang raja yang memerintah dengan penuh kedaulatan, yaitu yesus Kristus. Sebagai orang percaya yang sudah mengambil bagian dalam kerajaan Allah dan takluk pada pemerintahannya, harus taat pada pemerintahan, yaitu menjadi saksi dari raja yang berdaulat (memberitakan ini kerajaan Allah).

C.   Hubungan Gereja dan Kerajaan Allah
         Penafsiran lain menghubungkan Gereja dan Kerajaan Allah. Sejak masa Agustinus Kerajaan Allah sudah diidentifikasikan dengan Gereja. Waktu Gereja bertumbuh Kerajaa Allah bertumbuh da meluas dunia. Pada saat Gereja memberitakan injil keseluruh dunia pada saat itu pula Gereja memperlua Kerajaan Allah. Kalangan yang optimis berpendapat bahwa misis Gereja adalah untuk memenangkan seluruh dunia bagi Kristus, dan oleh karena itu mengubah dunia menjadi Kerjaan Allah. Injil adalah kabar baik tentang karya penebusan adikodrati yang di lakkan oleh Yesus Kristus dan Kerjaa Allah akan didirikan melalui proklamasi Gereja tentang injil.
          Menurut Adolf von Hamak ia memahami dari sudut roh,kerajaan Allah adalah sebuah kekuatan rohani yang masuk kedalam jiwa manusia dan menguasainya. Dengan demikin disimpulkan bahwa orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan  kepada terangnya yang ajaib pada saat itu juga kerajaan Allah hadir atas orang tersebut. Sehingga gereja bersaksi dan memperluas kerajaan Allah.[53]
         Ada perbedaan dan hubungan antara geraja yang adalah orang percaya dan kerajaan Allah, kerajaan Allah adalah pemerintahan universitas Allah atas semua ciptaan dan makhluk dan alam semesta,  termasuk di dalamnya para malaikat dan manusia. Gereja yang adalah orang percaya sudah di tebus dan mengambil bagian dalam Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah kekal dan tidak terbatas, dan gereja adalah maksud kekal Allah. Orang percaya atau gereja terbatas, tetapi menjadi alat demonstrasi secara penuh  dari kerajaan Allah. Sekalipun ada perbedaan antara gereja dan kerajaan Allah tetapi memilki hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
         Allah menghadirkan gereja di dunia dengan tujuan keselamatan yang kekal yaitu mewartakan kerajaan Allah keseluruh dunia sehingga semua orang mendengarkan injil Yesus Kristus, mereka yang datang kepada Yesus sebagai raja diatas segala raja akan dilepaskan dan dimerdekakan dari dosa dan kuasa iblis, jauh dari pada itu tujuan Allah bagi gereja didalam dan melalui Yesus Kristus adalah keselamatan .


















KEPUSTAKAAN


Carson. A. D
1997            Gereja Zaman Perjanjian Baru Dan Masa Kini                                  Malang: Gandum Mas
Conner, Kevin J.
2004           Jemaat Dalam Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas
Douglas,
2000           Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Halim, Makmur
2000           Gereja Ditengah-Tengah Perubahan Dunia, Malang: Gandum Mas
Ladd, George Eldon
2013           The Gospel Of  The Kingdom, Malang: Gandum Mas
Peters, George W.
2013            Teologi Pertumbuhan Gereja, Malang: Gandum Mas



DAFTAR PUSTAKA


Abineno Ch. L. J.,
2011           Garis-Garis Besar Hukum Gereja Jakarta: BPK Gunung Mulia
Aritonang, Jan S.
2010           Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Aritonang, Jan S. & Chr. de Jonge,
2009           Apa dan Bagaimana Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Artanto Widi,
2008           Menjadi Gereja Misioner, Yogyakarta: Taman Pustakan Kristen
Berkhof, H. & Enklaar,
          2009           Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Bosch J.  David
1991           Transforming Mission, Paradigm Shifts In Theology Of Mission, Mariknoll, New York: Orbiks Books
Conner, Kevin J.
2004           Jemaat Dalam Perjanjian Baru, Malang: Gandum Mas
Dahlenburg,
1991           Konfensi-konfensi Gereja Lutheran, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Douglas, J. D.
2000           Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jijib 1 & 2, Jakarta : Yaysan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Gering M. Howard,
  2008           Kamus Alkitab, Jakarta : Immanuel
Halim, Makmur
2000           Gereja Ditengah-Tengah Perubahan Dunia, Malang: Gandum Mas
Jonge, Christiaan de,
2011           Apa itu Calvinisme?, Jakarta: BPK Gunung Mulia
2003           Gereja Mencari Jawab (Kapita selekta sejarah gereja), Jakarta: BPK Gunung Mulia
Jonge, Christiaan de, dkk.
2003           Apa Dan Bagaimana Gereja, Jakarta : Bpk Gunung Mulia
Ladd, George Eldon
2013           The Gospel Of  The Kingdom, Malang: Gandum Mas
Layantara, Hosea Nico,
          2017           Khotbah Ibadah STT SGI, Surabaya
McGrath, Alister E.
2016           Sejarah Pemikiran Reformasi, Jakarta: BPK Gunung Mulia
McIntosh L. Gary,                                                     
2012           Biblical Church Growth, Malang; Gandum Mas 
Nabuasa, Kamenia M.
  2015            Diktat sejarah gereja umum, Surabaya: STT-SGI
Packer J.I, dkk,
2004           Ensiklopedi Fakta Alkitab Bible Amanac-2, Malang; Gandum Mas
Peters, George W.
2013            Teologi Pertumbuhan Gereja, Malang: Gandum Mas
Ruswiyadi Paulus,
          tt                 Sejarah GBIS, Surabaya; Badan Penerbit GBIS
Stevens, Jim & Jenson Ron
           2004           Dinamika Pertumbuhan Gereja, Malang: Gandum Mas
Wongso, Peter  Dr.
1999           Tugas Gereja Dan Misi Masa Kini, Malang: Seminary Alkitab Asia Tenggara
Yanse, Ruseniati
2017           Diktat Pengantar Misiologi I, Surabaya, STT Sola Gratia Indonesia



         [1] Chr. De Jonge Dkk. Apa Dan Bagaimana Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 30-33
         [2] Alister E. McGrath, sejarah pemikiran reformasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 256
         [3] Kamenia M. Nabuasa, Diktat sejarah gereja umum, (Surabaya: STT-SGI, 2015), 1
         [4] Douglas, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jijib 1 A-L, (Jakarta: Yaysan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995), 332
         [5] Alister E. McGrath, sejarah pemikiran reformasi.., 245
         [6] Howard M. Gering, Kamus Alkitab (Jakarta: Immanuel, 2008), 34
         [7] Alister E. McGrath, sejarah pemikiran reformasi (Jakarta : Gunung Mulia, 2016), 246
         [8] J.L. Ch. Abineno, garis-garis besar hukum gereja (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011), 65
         [9] J.L. Ch. Abineno, Garis-garis Besar Hukum Gereja (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2011), 65

         [10] Alister E. McGrath, sejarah pemikiran reformasi (Jakarta : Gunung Mulia, 2016), 254
         [11] Ibid., 248
         [12] George W. Peters., Teologi Pertumbuhan Gereja, (Malang; Gandum Mas 2013), 75
         [13] Gary L. McIntosh., Biblical Church Growth., (Malang; Gandum Mas 2012), 112-113
         [14] J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, Hal. 240
         [15] Andy Wijaya., The Hidden Stones In Our Fondation., (Surabaya; KDP 2005), Hal. 21-22
         [16] Paulus Ruswiyadi, Sejarah GBIS, (Surabaya: Badan Penerbitan GBIS), Hal. 41
        [17] J.I.Packer, DKK, Ensiklopedi Fakta Alkitab Bible Amanac-2, (Malang; Gandum Mas 2004), Hal.  867-885 
        [18] D.A. Carson., Gereja Zaman PB Dan Masa Kini, (Malang; Gandum Mas 1997), Hal. 197-199
         350. Orang lain berpendapat bahwa kata benda untuk para diaken dan latar belakang ayat 11 itu dalam suatu perikop lain tentang diaken. Menunjukan bahwa jabatan diaken hanya dapat dipegang oleh laki-laki, sedang wanita ialah sebagai pelengkap yang membantu pelayanan para diaken. Namun, perintah yang tampaknya hanya ditujukan kepada laki-laki dapat berlaku juga untuk perempuan (Kel.20:17), jadi diakonoi bisa mencakup diaken wanita (bdg Rm.16:1), selanjutnya agar istilah diakonissa (diaken perempuan) yang belum dikenal waktu itu bisa dipakai untuk menjelaskan bahwa wanita juga dapat menjadi diaken, Paulus tidak memiliki pilihan lain kecuali menyebut mereka menurut jenis kelaminnya gynaikes.
         [19] Ibid.., 200
         [20] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 206
         [21] Ibid.., 214
         [22] Ibid.., 221
         [23] Ibid.., 236
         [24] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), 53-54
         [25] Christiaan de Jonge, Gereja Mencari Jawab (Kapita selekta sejarah gereja), (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), 28
         [26] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja.., 45-46
         [27] Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinsme?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 217
         [28] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi.., 217-218
         [29] Jan S. Aritonang & Chr. De Jonge, Apa dan Bagaimana Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 30
         [30] Dahlenburg, konfensi-konfensi gereja lutheran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), 55-56
         [31] Hosti dari kata Hostia , korban yang dikorbankan, seperti hewan atau dalam hal ini roti: hosti dibuat dari tepung dan air tanpa ragi dan berbentuk kue bundar (Christiaan, 2011:215).
         [32] Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinsme?.., 218
         [33] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi.., 223
         [34] Alister E. McGrath, Sejarah Pemikiran Reformasi.., 235
         [35] Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinsme?.., 219-220
         [36] Christiaan de Jonge, Gereja Mencari Jawab.., 31
         [37] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja.., 46
         [38] Berkhof dan Enklaar, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 175
         [39] Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinsme?.., 222
         [40] Ibid.., 223
         [41] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja.., 75
         [42] Berkhof dan Enklaar, Sejarah Gereja.., 175
         [43] Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di dalam dan di sekitar Gereja.., 78
         [44] Jaminan yang  dimaksudkan oleh Luther bukan berarti pemahamannya kembali kepada gereja Abad Pertengahan (sakramen dapat memberi keselamatan), namun ia bermaksud untuk menekankan bahwa dengan kehadiran Kristus di dalam roti dan anggur, baik secara rohani maupun secara jasmani menjadi tanda keselamatan yang lengkap. Dengan kehadiran Kristus juga, manusia dipersatukan dengan Kristus, (Christiaan de Jonge, 2011:219). Istilah Jaminan (Pfand) untuk menekankan sifat pemberian kepastian  dari ekaristi (Alister, 2016:211)
         [45] Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme?, 219-221
[46] George Eldon Lado The Gospel Of  The Kingdom ( penerbit Gandum Mas Malang 2013)16
         [47] D. A. Carson, Gereja Zaman Perjanjian Baru Dan Masa Kini, (Malang : Gandum Mas, 1997), 15-16
         [48] _________ Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, (Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2000), 332
         [49]  Makmur Halim, Gereja Ditengah-Tengah Perubahan Dunia, (Malang; Gandum Mas, 2000), 67
         [50] George W. Peters, Teologi Pertumbuhan Gereja, (Malang: Gandum Mas, 2013), 61
         [51] Kevin J. Conner, Jemaat Dalam Perjanjian Baru, (Malang : Gandum Mas, 2004), 92
         [52] George Eldon Lado The Gospel Of  The Kingdom ( penerbit Gandum Mas Malang 2013) 17
         [53] George Eldon Ladd, The Gospel Of The Kingdom, (Malang: Gandum Mas, 2013), 16

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisa Eksegetis Efesus 4: 17-32

Yesus Seminar