Analisa Eksegetis Efesus 4: 17-32
MAKALAH KELOMPOK
EFESUS 4: 17-32
Mengenal Allah dan tidak mengenal Allah
DISUSUN OLEH:
RAHMAT JAYA GULO
RUTH ATA DJAMA
SESILIA RIYOLI
YATA FATI ZEBUA
SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA SOLA GRATIA INDONESIA
SURABAYA, 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai
mahasiswa teologi, eksposisi merupakan salah satu kewajiban yang harus
dikerjakan dan sebagai penunjang kelulusan dalam bidang akademik. Sebagai hamba
Tuhan yang sedang belajar dan yang akan masuk dalam pelayanan, maka eksposisi
sebagai suatu keharusan yang mau tidak mau, harus dikerjakan. Oleh sebab itu,
kelompok telah berusaha dan menyelesaikan tugas ini dengan segenap hati. Berdasarkan perenungan dari setiap
anggota kelompok dari Efesus 4:17-32 dan telah diseringkan secara bersama-sama,
maka kelompok memberi tema “Perbedaan Orang yang Mengenal Allah dan yang Tidak
Mengenal Allah”. Oleh sebab itu, kelompok akan menguraikan tentang cara-cara
hidup dari kedua-duanya.
B.
RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan
uraian dari latar belakang diatas, maka
kelompok membuat beberapa rumusan masalah yang menjadi topik dalam
menyelesaikan makalah ini diantaranya :
1. Bagaimana hidup orang yang tidak mengenal Allah ?
2. Bagaimana hidup orang yang mengenal Allah ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Dalam
penulisan makalah ini, ada beberapa yang menjadi tujuan kelompok untuk
menulisnya diantaranya :
1. Untuk menjelaskan seperti apa hidup orang yang mengenal
Allah berdasarkan Efesus 4:17-32.
2. Untuk menguraikan bagaimana hidup orang yang mengenal Allah
menurut Efesus 4:17-32.
BAB II
ISI
A. LATAR BELAKANG HISTORIS
1. Penulis dan waktu penulisan
Penulis surat
Efesus adalah Paulus sendiri, dan kepenulisan ini tidak diragukan lagi dan
waktu penulisannya adalah antara tahun 56 dan 62 B.C.[1]
surat Efesus ini ditulis pada waktu Paulus berada dalam tahanan selama dua
tahun, dalam rumah yang disewanya sendiri, seperti terdapat dalam KPR. 28:30.
Surat-surat lain yang ditulis pada waktu yang sama adalah surat Kolose dan
surat Filemon, ketiga surat ini disebut surat-surat penjara.[2]
2. Alamat
Surat Efesus
dialamatkan kepada orang-orang kudus di Efesus, yang percaya kepada Yesus
Kritus.[3]
3. Tujuan penulisan
Yang menjadi
tujuan Paulus menuliskan surat kepada jemaat Efesus ini adalah :
·
Melihat masalah dan
perselisihan dalam jemaat di Efesus agak berkurang maka Paulus menggunakan
waktunya untuk menjelaskan beberapa pokok yang utama kepada jemaat Tuhan yang
disebut tubuh Kristus yang mempunyai kedudukan yang mulia di sorga bersama-sama
dengan Kristus (Ef.2:6).[4]
·
Untuk membimbing anggota
jemaat sampai kepada inti pengetahuan mengenai anugerah Allah (1:17; 3:18-19).[5]
4. Keadaan sosial
Keadaan sosial
di Efesus pada waktu itu sangat kaya dengan emas dan kemudian bisa berkembang
menjadi kota perdagangan yang kaya dan bernilai budaya tinggi.
5. Keadaan politik
Pada zaman
kerajaan Romawi pada abad mula-mula agama Kristen di Efesus pada tahun 52 M,
pada waktu Paulus berkunjung pada perjalanan penginjilan ke-2. Kota Efesus
sebagai pusat perdagangan politik dan agama. Perkembangan agama Kristen
Sinkretisme yang terus-menerus. Selain
perdagangan, maka keutamaan kota Efesus dalam bidang agama pun meningkat pada
pemerintahan Roma.[6]
6. Keadaan keagamaan
Pada zaman
Paulus menulis surat ini kota Efesus dikenal dengan kuilnya yang menjadikannya
termasyhur, terletak 2 km ke arah Timur Laut. Tempat ini pada mulanya
dikeramatkan untuk ibadah kepada berhala kesuburan Anatolia, kemudian kepada
berhala dewi Artemis atau Diana. Namun kemudian baru Yustianus membangun sebuah
gereja di situ, yang dikhususkan bagi rasul Yohanes.[7]
Tetapi nama dewi Yunani itu sebenarnya semacam nama dewi setempat, dewi ibu dan
dewi kesuburan yang selama ribuan tahun dipuja disana. Tetapi disamping dewi
Artemis dewi-dewa lain dipuja, khususnya kaisar roma yang didewakan.[8]
B. ANALISA KONTEKS
1.
Konteks dekat
Jika dilihat
secara garis besar Efesus 4:17-32 ini, Paulus menceritakan panggilan hidup yang
sering didasarkan pada pertentangan antara hidup lama, yang bercirikan tingkah
hidup kekafiran, dan dengan pola perilaku baru yang diterima oleh orang Kristen
pada pertobatan dan menanggalkan praktek yang buruk dan menerima suatu pola
hidup baru yang secara vital mempengaruhi watak dan kebiasaan mereka. Konteks
dekat yang menceritakan hal yang tidak jauh beda dengan Efesus 4:17-32 ini, bisa
dilihat didalam Kolose 3:5-17, yang didalamnya menguraikan cara hidup yang lama
yang harus ditinggalkan dan mengenakan cara hidup yang baru didalam Kristus.
2.
Konteks jauh
Dalam Efesus
4:22-24 ini Paulus menjelaskan tentang cara hidup yang lama yang membawa kepada
kebinasaan dan bagaimana caranya untuk menanggalkan cara hidup yang lama itu,
dengan mengenakan cara hidup yang baru dan menjadi ciptaan baru didalam Kristus
menurut kehendak Allah didalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya. Hal
yang sama juga dapat kita lihat dalam 2Korintus 5:17, bagaimana Paulus
menyatakan perubahan total ini dengan jelas, dan menegaskan bahwa hidup didalam
Kristus berarti harus menjadi ciptaan baru dan yang lama telah berlalu dan yang
baru sudah ada.
C.
ANALISA STRUKTUR TEKS
Hidup
orang yang tidak mengenal Allah
|
Ciri-ciri
hidup orang yang tidak mengenal Allah
|
Pikiran
atau pengertiannya gelap atau buta
|
Jauh
dari Allah
|
Dalam
dirinya ada kejahilan serta kedegilan
|
Akibat
dari hidup orang yang tidak mengenal Allh
|
Menyerahkan
diri kepada hal-hal yang najis, cemar, hawa nafsu.
|
Jauh
dari Allah
|
Melakukan
hal-hal yang tidak bermoral
|
Hidup
orang yang mengenal Allah
|
Dasar
kehidupan yang mengenal Allah
|
Didasarkan dengan pendengaran
tentang Kristus
|
Didasarkan pada pengajaran
Kristus
|
Tidak
hidup seperti orang yang
tidak mengenal Allah
|
Cara
kehidup yang mengenal Allah
|
Membuang
cara hidup yang lama
|
Dibaharui
terus menerus
|
Mengenakan
cara hidup yang baru
|
Telah
lahir baru
|
Kehidupan
praktis orang yang mengenal Allah
|
Tidak
berdosa karena kemarahan
|
Tidak
memberi kesempatan kepada Iblis
|
Tidak
boleh mencuri
|
Tidak
boleh ada perkataan kotor
|
Tidak
boleh mendukakan Roh Kudus
|
D. ANALISA EKSEGETIS
Hidup orang yang tidak mengenal Allah (ayat 17-19)
Ayat 17: Tou/to ou=n le,gw kai. martu,romai evn kuri,w|( mhke,ti u`ma/j
peripatei/n( kaqw.j kai. ta. e;qnh peripatei/ evn mataio,thti tou/ noo.j auvtw/n
Ayat 18: evskotwme,noi th/|
dianoi,a| o;ntej( avphllotriwme,noi th/j zwh/j tou/ qeou/ dia. th.n a;gnoian
th.n ou=san evn auvtoi/j( dia. th.n pw,rwsin th/j kardi,aj auvtw/n
Ayat 19: oi[tinej avphlghko,tej e`autou.j pare,dwkan th/|
avselgei,a| eivj evrgasi,an avkaqarsi,aj pa,shj evn pleonexi,a|
Frasa Tou/to ou=n le,gw kai. martu,romai evn kuri,w merupakan
kalimat penegasan dari Paulus kepada jemaat di Efesus sebelum memaparkan
tentang cara hidup di dalam Tuhan atau orang yang telah mengenal Allah.
Kata le,gw (kata kerja orang pertama tunggal
present indikatif aktif)[9]
artinya berkata, mengungkapkan (secara lisan atau tulisan), berpesan,
memerintah dan menegaskan,[10] dan
kata martu,romai (kata kerja orang pertama tunggal
present indikatif medium) yang berarti menegaskan dan meminta dengan sangat,[11]
merupakan dua kata yang memiliki penekanan yang sama dan hanya berbeda arah.
Present indikatif aktif berarti suatu pekerjaan atau perbuatan yang sedang
dilakukan atau yang dilakukan berulang-ulang dalam waktu sekarang dan bersifat
terus menerus.[12]
Penekanan kedua kata ini memberi penjelasan bahwa Paulus mengatakannya atau
menyampaikannya dengan tegas, dan
tidak hanya berhenti sampai pada saat itu namun untuk seterusnya. Orang yang
mengenal Allah tidak sama dengan orang telah percaya Kristus. Sebagaimana ada
khas kehidupan Kristen, ada juga khas orang yang tidak mengenal Allah. Bila
kedua bentuk kehidupan itu setia pada prinsipnya masing-masing, mereka akan
berlawanan.[13]
Jadi, Paulus menjelaskan dengan tegas kepada jemaat di Efesus sebagai orang
yang telah dipilih oleh Allah untuk dijadikan satu tubuh di dalam Kristus,
bahwa mereka bukan lagi dan tidak hidup atau berjalan seperti orang-orang yang
belum mengenal Allah (orang kafir). Maka dalam ayat-ayat berikutnya, Paulus
menjelaskan tentang cara hidup orang-orang yang mengenal Kristus dengan
orang-orang yang belum mengenal Kristus (seperti yang telah dijelaskannya dalam
pasal-pasal sebelumnya), yaitu tentang perbedaan di antara keduanya.
1. Ciri-ciri hidup orang yang
tidak mengenal Allah
Dalam ayat
17b-18, Paulus menguraikan bagaimana cara hidup orang-orang yang tidak mengenal
Allah (orang kafir). Kata evskotwme,noi (kata kerja perfek partisip pasif maskulin nominatif
tunggal)[14]
dari kata dasar skoto,w yang artinya
menjadi gelap.[15] Kata
ini merupakan perbuatan atau cara hidup orang-orang yang belum mengenal Allah.
Perfek partisp artinya suatu keadaan yang telah terjadi pada masa lampau dan
berdampak atau akibatnya tetap ada hingga sampai sekarang.[16]
Artinya bahwa cara hidup seperti itu merupakan perbuatan sebelum mengenal Tuhan
atau orang-orang yang tidak mengenal Tuhan. Dikatakan bahwa pemikiran mereka
sia-sia dan pengertian atau daya pikir mereka telah menjadi gelap atau tidak
sanggup untuk mengerti atau mengenal Allah. Hidup orang yang tidak mengenal
Allah juga sama halnya jauh dari Allah.
Frasa avphllotriwme,noi th/j zwh/j tou/ qeou lebih menegaskan bahwa hidup mereka
benar-benar jauh dari Allah. Kata avphllotriwme,noi yang mempunyai penekanan yang sama
dengan kata evskotwme,noi yaitu suatu keadaan yang telah terjadi
pada masa lampau dan akibat atau dampaknya tetap ada sampai pada saat sekarang.
Kata ini berasal dari kata dasar avpallotrio,w yang berarti
mengeluarkan.[17] Jadi,
selain pikiran atau daya pikir mereka yang tidak sanggup mengerti/mengenal
Allah, mereka juga sebagai orang-orang yang telah dikeluarkan atau telah
dijauhkan dan tidak termasuk dari persekutuan dengan Allah. Hal ini disebabkan
oleh ketidaktahuan atau kejahilan serta kedegilan hati mereka (dalam TL). Kata
kebodohan artinya dengan sengaja menolak untuk mengenal Allah dan menghormati
Dia (bnd Roma 1:21).[18]
Degil yaitu pw,rwsin “pembekuan/pengerasan (hati)”.[19]
Kata kerja poroun yang berarti
“membeku”, atau menjadi keras dan karena itu tidak bisa merasa, juga berarti
buta.[20]
Itupun telah menjadi tertanam dalam diri mereka. Hal ini dibuktikan dari
pengertian kata evn auvtoi/j yang
berarti di dalam mereka. Hidup orang yang tidak mengenal Allah ialah berkeras
hati, menuruti keinginan sendiri atau dengan kemauan sendiri.
Dari pemaparan di atas, dapat diuraikan tentang ciri dari orang-orang
yang tidak mengenal Allah (bnd. Efesus 2:1-2).
·
Pikiran/pengertian orang
yang tidak mengenal Allah telah menjadi gelap/buta dan mereka tidak sanggup
mengerti atau mengenal Allah.
·
Hidup orang yang tidak
mengenal Allah sama halnya mereka jauh dari Allah, tidak termasuk dalam hidup
persekutuan dengan Allah.
·
Dalam diri orang yang tidak
mengenal Allah telah tertanam kejahilan/ketidaktahuan serta kedegilan/keras
kepala.
2. Akibat dari hidup orang
yang tidak mengenal Allah
Dari bagian
ayat 19, kata
menyerahkan “pare,dwkan” (kata kerja
orang ketiga jama aorist indikatif aktif)[21] dari
kata dasar paradi,dwmi yang
artinya menyerahkan, mengizinkan.[22]
Dalam Alkitab terjemahan lainnya dikatakan “heve given” (KJV, NASB, RSV)
artinya “telah memberikan”, dan terjemahan FAYH “telah menyerahkan”.
Di sini Paulus menekankan bahwa orang-orang yang tidak mengenal
Allah telah menyerahkan diri mereka kepada hal-hal yang najis, cemar atau
kepada hawa nafsu (TB). Hal demikian diakibatkan oleh hidup mereka yang tidak
mengenal Allah, telah jauh dari Allah. Frasa eivj evrgasi,an
avkaqarsi,aj (untuk perbuatan yang cemar), avkaqarsi,a artinya kotoran, hal yang tidak bermoral.[23]
Dengan kata lain bahwa, orang-orang yang tidak mengenal Allah memberi diri
untuk melakukan hal-hal yang tidak senonoh, yang tidak baik, yang tidak sesuai
dalam pandangan manusia maupun Allah yaitu melalukan hal yang tidak bermoral.
Jadi, dengan gaya atau cara hidup orang yang tidak mengenal Allah serta
akibatnya, maka dalam ayat 17, Paulus begitu tegas untuk mengingatkan jemaat
yang ada di Efesus supaya mereka tidak mengikuti jalan seperti gaya hidup
mereka (orang yang tidak mengenal Allah).
Hidup orang yang mengenal Allah (20-31)
Dalam ayat-ayat ini, Paulus
menguraikan hal yang sifatnya kontras daripada ayat 17-19 (tentang hidup orang
yang tidak mengenal Allah). Di sini Paulus menekankan tentang hidup sebagai
orang yang telah mengenal Allah.
1. Dasar kehidupan orang yang
mengenal Allah
Ayat 20: u`mei/j de. ouvc ou[twj evma,qete to.n Cristo,n
Ayat 21: ei; ge auvto.n hvkou,sate
kai. evn auvtw/| evdida,cqhte( kaqw,j evstin avlh,qeia evn tw/| VIhsou/
Kata de dalam ayat 20, merupakan
penekanan yang menjelaskan hal-hal yang kontras dari ayat-ayat sebelumnya.
Artinya ialah dan, maka, ataupun, sebab, melainkan.[24]
Dengan kata lain, kalimat setelahnya menjelaskan sesuatu yang berbeda dari pada
kalimat yang sebelumnya. Frasa evma,qete to.n Cristo,n (yang
mempelajari ajaran Kristus) merupakan penjelasan tentang orang yang mengenal
Kristus. Kata evma,qete (kata kerja orang kedua jamak aorist
aktif indikatif),[25] dari
kata dasar manqa,nw yang artinya belajar, mengetahui, memahami
dan mendengar.[26] Kata to.n merupakan arikel maskulin singular
akusatif, dan dengan kasus akusatif, maka kata ini memberi penekanan pada objek
langsung yaitu Cristo,n. Dengan
itu, kata belajar menunjuk kepada ajaran Kristus. Jadi, ayat ini memberi
pengertian bahwa mereka (jemaat di Efesus) telah menerima atau mendengar
pengajaran, telah belajar tentang Kristus dan mereka dikatakan mengenal Dia
karena pendengaran atau pengajaran yang telah mereka terima.
Ayat 21 menjelaskan lebih tegas lagi tentang hal ini. Kata hvkou,sate (mendengarkan, mengetahui, mengerti) dan kata evdida,cqhte (mengajar, mengajarkan)[27]
mempunyai penekanan yang sama yaitu dalam bentuk aorist indikatif. Aorist
indikatif artinya suatu perbuatan yang telah selesai dilakukan pada masa lampau
dan berdampak sampai saat ini.[28] Kata
ini juga mempunyai kesejajaran karena dihubungkan dengan kata kai.. Artinya bahwa mereka telah mendengar
tentang Kristus melalui pengajaran-pengajaran yang telah mereka terima.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa orang yang mengenal Kristus didasarkan
pada pendengaran dan pengajaran tentang Kristus. Makanya setiap orang yang
tidak mendengar dan apalagi jika tidak menerima pengajaran tentang Kristus,
tidak akan percaya Kristus (bnd. Roma 10:14-15). Ini juga menjadi alasan bagi
orang yang telah mengenal Kristus untuk memberitakan Injil Kristus. [29]John
Stott berkata bahwa: para penginjil memberitakan Kristus, maka para pendengar
belajar tentang Kristus dan menerima Dia, dan memang demikianlah tradisi
tentang Dia. Sehingga, hal ini juga menjadi dasar orang percaya untuk tidak
hidup seperti orang yang belum mengenal Allah, namun hidup sesuai ajaran
Kristus itu sendiri (hal ini akan dibahas pada bagian selanjutnya).
2. Cara hidup orang yang
mengenal Allah
Ayat 22: avpoqe,sqai u`ma/j kata.
th.n prote,ran avnastrofh.n to.n palaio.n a;nqrwpon to.n fqeiro,menon
kata. ta.j evpiqumi,aj th/j avpa,thj
Ayat 23: avnaneou/sqai de. tw/| pneu,mati tou/ noo.j u`mw/n
Ayat 24: kai. evndu,sasqai to.n
kaino.n a;nqrwpon to.n kata. qeo.n ktisqe,nta evn dikaiosu,nh| kai.
o`sio,thti th/j avlhqei,ajÅ
Berdasarkan
dengan dasar pengenalan akan Kristus yang telah dijelaskan di atas, maka di
bagian ini akan dipaparkan tentang cara hidup orang yang mengenal Allah. Cara
hidup yang dimaksud yaitu tentang apa yang harus dilakukan oleh manusia yang
dinyatakan sebagai orang yang mengenal Allah.
Dalam kalimat
avpoqe,sqai u`ma/j kata. th.n prote,ran avnastrofh.n to.n palaio.n (supaya menanggalkan kamu yang
berhubungan dengan yang dahulu pola kehidupan lama) menjelaskan suatu perbuatan
yang harus dilakukan oleh orang yang telah belajar tentang Kristus. Kata avpoqe,sqai (kata
kerja aorist infinitif medium)[30] dari
kata dasar avpoti,qhmi artinya ialah menanggalkan, membuang,
menaruh.[31]
Aorist infinitif menekankan perbuatan yang dilakukan satu kali atau menunjukkan
kepada satu perbuatan saja.[32]
Perbuatan ini juga merupakan suatu keharusan dan karena sifatnya satu kali
saja, maka tindakan ini harus bersifat permanen juga dalam pribadi pelakunya,
karena tidak akan dilakukan lagi. Dalam hal ini, istilah menanggalkan merupakan
suatu perbuatan yang harus dilakukan oleh orang yang telah menerima Kristus dan
hanya satu kali pada waktu itu serta tidak akan dikenakan lagi apa yang telah
ditanggalkan itu.
Kata ini menunjuk pada kalimat selanjutnya yaitu avnastrofh.n to.n
palaio.n (kehidupan yang lama). Kata avnastrofh.n (noun feminim singular akusatif) yang berarti kelakuan
atau cara hidup.[33]
Orang percaya menanggalkan jati dirinya yang lama, yaitu kemanusiaan yang telah
jatuh dan takluk di bahwah kuk dosa, lalu ia menerima dan mengenakan jati diri
yaang baru atau kemanusiaan yang baru.[34]
Jadi, perbuatan yang harus ditanggalkan atau dibuang ialah kelakuan atau cara
hidup yang lama. Kehidupan atau cara hidup lama yang dimaksud ialah cara hidup
sebelum mengenal Kristus. Alasan bahwa hal ini suatu keharusan adalah karena
perbuatan ini akan membawa kepada kebinasaan.
Ayat 23 dan
24 menjelaskan apa yang menjadi tujuan dari semua itu dan apa yang harus
dilakukan oleh orang yang telah mengenal Kristus setelah menanggalkan kehidupan
atau cara hidup lama tersebut. Kata avnaneou/sqai (kata kerja present infinitif pasif)
dari kata dasar avnaneo,w yang berarti
membaharui.[35]
Present infinitif merupakan suatu perbuatan yang dilakukan pada waktu sekarang
yang sifatnya terus-menerus atau berulangkali dilakukan.[36]
Maka kata membaharui dilakukan secara terus-menerus, bukan hanya pada saat
mengalami hidup baru atau pada saat menanggalkan kehidupan yang lama saja.
Artinya bahwa hidup yang telah mengenal Tuhan selalu dibaharui secara
terus-menerus baik dalam roh maupun pikiran. Seututhnya dibaharui dengan
menanggalkan kehidupan yang lama itu dan harus menjadi lebih baik (i_FAYH).
Selanjutnya ialah, dalam frasa kai.
evndu,sasqai to.n kaino.n. Kata kai. merupakan konjungsi yang menekankan
kesejajaran antara kata sebelumnya dengan kata evndu,sasqai, dan
kata to.n merupakan
artikel yang berkasus akusatif (objek langsung), dan objek yang dimaksud ialah
frasa berikutnya. Kata endusastai
merupakan kata kerja aorist infinitif middle, dari kata dasar evndu,w yang berarti mengenakan (pakaian), mengenakan
berarti beroleh (sifat, kebajikan, atau motivasi tertentu).[37]
Aorist infinitif menekankan perbuatan
yang dilakukan satu kali atau menunjukkan kepada satu perbuatan saja.[38]
Dengan itu, mengenakan yang dimaksud merupakan perbuatan yang dilakukan cukup
satu kali saja. Yang dikenakan ialah mengenai perbuatan yang bersifat kebajikan
yaitu cara hidup yang baru di dalam Kristus. Dan tentunya untuk hidup dalam
kekudusan, seperti yang Allah kehendaki. Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan apa yang menjadi cara hidup
orang yang mengenal Kristus atau suatu perbuatan yang harus dilakukan, yaitu:
·
Orang yang telah belajar, mendengar dan mengenal
Kristus harus meninggalkan atau membuang cara hidup yang lama yaitu perbuatan
yang najis, yang tidak berkenan di hadapan Allah.
·
Orang telah mengenal Kristus pada dasarnya harus
selalu dibaharui dan pembaharuan itu bersifat terus-menerus dan semakin membaik
bukan semakin merosot. Artinya semakin hari, makin melakukan apa yang baik,
yang berkenan di hadapan Allah.
·
Orang yang telah mengenal Allah, harus memakai
cara-cara yang baru, yang berbeda dari cara hidup sebelum mengenal Allah.
mengenakan hidup yang baru di dalam Tuhan dan hidup di dalam kekudusan.
·
Dari poin dua dan tiga dapat juga dapat disimpulkan
bahwa lahir baru hanya satu kali saja dan orang yang telah lahir baru tersebut
terus-menerus dibaharui.
3. Kehidupan praktis orang
yang mengenal Allah (ayat 25-32)
Dalam
ayat-ayat ini, Paulus menguraikan dengan jelas bagaimana sikap atau cara
kehidupan orang yang telah mengenal Kristus atau yang telah mengenakan manusia
baru yang sifatnya secara praktis. Dalam hal ini, Paulus menguraikannya kepada
jemaat Di Efesus dengan dua bentuk yang sifatnya kontras, tetapi menunjuk pada
satu tujuan. Mengapa? Karena apa beberapa nasihat yang sifatnya larangan dan
ada juga yang sifatnya rujukkan atau berupa dorongan, Paulus menegur dan
sekaligus memberi dorongan atau motivasi.
·
Nasihat yang berupa teguran atau larangan
Dalam
ayat-ayat ini, kata jangan
diulang 6 kali dengan kata dasar yang berbeda, yaitu mh., mhde., dan mhke,ti. Namun ketiga
kata ini mempunyai arti yang sama (tidak, jangan, jangan lagi, supaya jangan,
dan tidak, tetapi tidak, tidak lagi, jangan lagi)[39] dan
ketiganya merupakan partikel negatif, yang bisa diartikan sebagai suatu
larangan. Penggunaan kata-kata ini selalu tertuju kepada suatu pebuatan yang
sama sekali tidak boleh dilakukan lagi, karena semuanya merupakan hal-hal yang
tidak berkenan dihadapan Allah, dan tidak boleh ada dalam hidup sebagai orang
yang telah mengenal Allah. Paulus memberi larangan kepada jemaat di Efesus
untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak berkenan tersebut, yaitu: jangan berdosa
karena kemarahan, tidak boleh memberi kesempatan kepada Iblis, tidak boleh
mencuri, jangan ada perkataan kotor keluar dari mulut, tidak mendukakan Roh.
Pertama: frasa gi,zesqe kai. mh. a`marta,nete\ (biarlah
kamu menjadi marah namun jangan berdosa). Paulus mengerti bahwa kemarahan itu
selalu ada dalam diri manusia, dan merupakan hal yang wajar jika dalam hal yang
benar. Tetapi Paulus mengingatkan supaya kemarahan itu tidak disalahgunakan.
Sehingga Paulus mengatakan “namun jangan berdosa”, artinya bahwa kemarahan itu
jangan sampai berlarut-larut atau berlebihan, karena kemarahan yang
berlarut-larut itulah yang membuat jatuh ke dalam dosa. Walaupun itu amarah
yang wajar, namun jangan dibiarkan mendidih perlahan-lahan sehingga menjadi
dendam kesumat.[40]
Paulus mengingatkan orang terhadap bahaya menuruti apalagi memupuk amarah,
karena itu sama dengan membuka bagi dosa dan egoisme.[41]
Terjemahan FAYH sangat jelas dikatakan bahwa: “Jikalau Saudara marah, janganlah
berdosa dengan membiarkan amarah itu menjadi dendam. Jangan membiarkan diri
terus dalam keadaan marah sampai matahari terbenam. Atasilah kemarahan itu
dengan segera. Sebab, jikalau Saudara marah, Saudara memberi kesempatan kepada
Iblis.” (ayat 26-27). Maka Paulus melarang untuk tidak berlarut-larut dalam
kemarahan, karena Iblis akan dan terus mencari cela untuk menjatuhkan orang
yang telah mengenal Kristus.
Kedua: frasa o` kle,ptwn mhke,ti
klepte,tw (orang yang mencuri janganlah ia
mencuri lagi). Mencuri adalah salah satu perbuatan yang dilarang dalam hukum
Taurat, dan mencuri adalah suatu perbuatan yang tidak halal atau berdosa. Dalam
hal ini, Paulus melarang orang yang telah mengenal Allah untuk tidak melakukan
perbuatan mencuri karena itu merupakan perbuatan orang-orang yang tidak
mengenal Allah. Kata klepte,tw (kata kerja orang ketiga tunggal
present imperatif aktif).[42]
Present imperatif merupakan suatu perintah atau permintaan, agar berbuat
sesuatu terus-menerus, atau berbuat berulang-ulang kali.[43]
Karena kata ini didahului dengan larangan, maka perbuatan ini berarti perbuatan
yang harus dibuang dan bukan hanya pada saat perintah itu diberikan namun
bersifat terus-menerus. Jadi, sebagai orang yang telah mengenal Kristus harus
meninggalkan perbuatan lama, salah satunya mencuri.
Ketiga: frasa-29a, pa/j lo,goj sapro.j evk tou/ sto,matoj u`mw/n mh.
evkporeue,sqw (apa
pun perkataan yang jahat dari mulutmu janganlah keluar). Sapros, artinya ialah
busuk, buruk dan jahat).[44]
Paulus terus menerus memberi melarang bahwa setia orang yang telah mengenakan
manusia baru tidak lagi melakukan perbuatan yang tidak baik, termasuk juga
dalam perkataan. Perkataan yang jahat atau busuk tidak pantas keluar lagi dari
mulut manusia baru, tetapi perkataan itu merupakan cara hidup yang dilakukan
manusia lama, dan perkataan itu harus ditanggalkan. Termasuk juga dengan perkataan dusta atau
kebohongan (ayat 25a).
Keempat: ayat 30, kai. mh. lupei/te to. pneu/ma to. a[gion tou/ qeou/( evn w-| evsfragi,sqhte eivj h`me,ran
avpolutrw,sewj (dan
janganlah mendukakan Roh Kudus Allah, oleh Dia kamu telah ditandai dengan segel
untuk hari penebusan). Kata lupei/te (kata kerja orang kedua jamak present
imperatif aktif)[45]
dari kata dasar lupe,w yang artinya menyedihkan, menyakiti, merusak.[46] Dalam terjemahan lainnya (KJV, RSV, NASB)
yaitu grieve yang
berarti meratap dan berdukacita. Artinya bahwa Roh Kudus tidak boleh didukakan
dengan kelakuan hidup orang percaya, yaitu dengan berbuat dosa. Roh Kuduslah
yang telah memeteraikan orang percaya sebagai jaminan untuk menerima kehidupan
kekal (bnd. Efesus 1:13). Sehingga dalam ayat
selanjutnya (Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah
hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan – ayat 31),
Paulus menguraikan segala macam perbuatan yang mendukakan Roh Kudus tersebut
dan perbuatan-perbuatan itu harus dibuang atau dijauhi oleh orang percaya yang
telah dimeteraikan dengan Roh Kudus dan tidak berbalik lagi pada perbuatan itu,
melainkan hidup sebagai orang yang mengenal Allah, karena perbuatan tersebut
merupakan cara hidup orang yang tidak mengenal Allah.
Jadi, sangat
jelas bahwa setiap apa yang telah dilarang oleh Paulus merupakan
perbuatan-perbuatan yang sama sekali tidak boleh dilakukan oleh setiap orang
yang telah mengenal Allah atau yang telah menerima hidup baru di dalam Kristus.
Maka Paulus tidak hanya memberi nasihat yang sifatnya larangan, namun Paulus
juga memberi nasihat yang berupa doronga yang harus dilakukan oleh orang
percaya.
·
Nasihat berupa perintah atau permintaan
Pertama: Frasa (ayat 25) lalei/te
avlh,qeian e[kastoj meta. tou/ plhsi,on auvtou/ (berkatalah
kata yang benar setiap orang dengan sesama orang Kristen). Kata lalei/te (kata kerja orang kedua jamak present
imperatif aktif)[47],
dari kata dasar lale,w yang artinya bersuara, mengucapkan,
berkata, menyatakan, memberitakan.[48]
Present imperatif ialah suatu perintah atau permintaan, agar berbuat sesuatu
terus-menerus, atau berbuat berulang-ulang kali.[49] Kata
ini menunjuk pada kata avlh,qeian sebagai
akusatif, dari kata dasar avlh,qeia yang artinya kebenaran,
kejujuran.[50]
Artinya bahwa Paulus memberi perintah kepada jemaat di Efesus untuk berkata
dengan kebenaran dan dengan kejujuran, dan bukan hanya pada saat itu saja namun
secara terus-menerus. Perbuatan ini, merupakan suatu keharusan bagi orang yang
telah mengenal Kristus.
Kedua: Frasa (ayat 28b) de. kopia,tw evrgazo,menoj tai/j Îivdi,aijÐ cersi.n
to. avgaqo,n (tetapi ia harus berjerih payah
mengerjakan sendiri dengan tangan-tangan yang baik). Kata de. (tetapi, melainkan) merupakan konjungsi
yang memberi kontras dari kalimat atau kata sebelumnya dengan kalimat atau kata
setelahnya. Kata kopia,tw (kata
kerja orang ketiga tunggal present imperatif aktif)[51] yang
artinya menjadi letih, berjerih payah,[52]
menjadi capai, berusaha keras, membanting tulang.[53]
Paulus menegaskan bahwa perbuatan mencuri tidak layak lagi bagi orang percaya,
namun harus melakukan segala sesuatu dengan jerih payah atau usaha yang
dihasilkan dengan kerja keras, dan perbuatan itu bersifat halal (terjemahan
FAYH), dan dengan cara itu juga hasilnya dapat dibagikan bagi orang yang
berkekurangan atau orang yang membutuhkannya. Orang percaya harus bekerja
sehingga ia dapat membiayai dirinya dan keluarga, bahkan memberi persembahan
dan diakonia.[54]
Ketiga: frasa i[na dw/| ca,rin toi/j
avkou,ousin (supaya memberikan faedah/berkat
“Allah” kepada orang yang mendengarkan),[55] ayat
29b. Kata dw/| (kata
kerja orang ketiga tunggal aoris aktif subjungtif), dari kata dasar di,dwmi yang artinya memberikan, membagi-bagikan,
mengeluarkan.[56]
Berhubung dengan larangan dalam ayat 29a untuk tidak berkata kotor, maka di
sini Paulus menegaskan bahwa yang harus keluar dari mulut orang yang telah
mengenal Kristus ialah perkataan yang menjadi berkat bagi orang lain. Menjadi
berkat sama halnya dengan memberikan dan mengeluarkan kata-kata yang membangun.
Keempat: ayat 32, gi,nesqe Îde.Ð eivj
avllh,louj crhstoi,( eu;splagcnoi( carizo,menoi e`autoi/j( kaqw.j kai. o`
qeo.j evn Cristw/| evcari,sato u`mi/n (kamu
harus menjadi [dan] {satu sama lain} ramah, berbelas kasihan, ampunilah satu
sama lain, karena juga Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu). Kata gi,nesqe merupakan kata kerja present imperatif atau perintah,
yang artinya ialah menjadi, berubah, terjadi, mencipta.[57]
Artinya bahwa keramahan dan belas kasihan sesuatu keharusan yang dimiliki dan
diterapkan oleh orang yang hidup di dalam Kristus. Begitu juga dengan
pengampun. Paulus juga menekankan bahwa orang percaya harus saling mengampuni.
Kata evcari,sato (kata kerja orang ketiga tunggal aorist indikatif) dari
kata dasar cari,zomai yang berarti
memberikan dengan cuma-cuma mengaruniakan, mengampuni, menghapuskan,
menyerahkan.[58]
Aorist indikatif artinya suatu perbuatan yang telah selesai dilakukan pada masa
lampau dan berdampak untuk seterusnya.[59]
Maka yang menjadi alasan Paulus untuk memberi perintah kepada orang yang telah
percaya Kristus untuk saling mengampuni ialah karena Allah telah lebih dahulu
mengampuni (bnd 1 Yoh. 4:19), dan pengampuan itu merupakan pemberian yang
cuma-cuma yaitu evn Cristw/| (di
dalam Kristus). Artinya bahwa setiap orang yang telah menjadi milik Kristus
harus saling mengampuni, karena di dalam Dia orang percaya telah lebih dahulu
dianugerahkan pengampunan.
E.
ANALISA TEOLOGIS
Berdasarkan hasil analisa eksgetis Efesus 4:17-32 yang telah diuraikan
di atas, maka kelompok menguraikan juga analisa teologisnya.
1.
Allah
Berdasarkan perspektif Allah, maka orang-orang yang telah mengenal
Tuhan, harus hidup sama seperti Kristus. Tidak hidup sama dengan orang yang
tidak mengenal Tuhan. Menjadi manusia baru di dalam Kristus menjadikan Kristus
itu sendiri sebagai sentral kehidupan. Sedangkan orang-orang yang tidak
mengenal dan yang menolak untuk mengenal Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat,
maka mereka tidak mempunyai pengharapan di dalam Allah, yaitu tentang
keselamatan di dalam Kristus. Segala sesuatu berdasarkan kepada Kristus. Di
dalam Kristus, Allah menyatakan kasih-Nya bagi manusia yang percaya kepada-Nya.
2.
Manusia
Manusia adalah ciptaan yang serupa dan segambar dengan
Allah. Tetapi dengan pemberontakan manusia, maka hubungan manusia menjadi rusak
dengan Allah. Dengan kedatangan Kristus, maka manusia itu dibaharui kembali.
Sebagai ciptaan yang baru di dalam Kristus, maka manusia melaksanakan
tanggungjawabnya untuk melakukan yang berkenan kepada Allah, bukan lagi
berdasarkan pada kehidupan yang sebelum mengenal Allah. Orang yang telah mengenal
Allah dengan orang yang mengenal Allah mempunyai perbedaan yang sangat kontras.
Kehidupan orang yang mengenal Allah tentunya harus membangun hubungan yang baik
dan yang berkenan kepada Allah dalam menjalani kehidupan di dalam dunia.
F.
ANALISA KRITIS
Berdasarkan hasil analisa eksegetis dan
analisa teologis, kelompok meninjau kembali dengan tujuan melihat kesesuaian
dengan tema yang diberikan yaitu “Perbedaan Orang yang Mengenal Allah dan yang
Tidak Mengenal Allah”. Berdasarkan tema tersebut, maka dari hasil analisa
eksegetis kelompok menjelaskan dan menguraikannya satu persatu. Diawali dari
kehidupan orang-orang yang tidak mengenal Allah yaitu tentang cara hidup mereka
serta akibat dari ketidaktahuan mereka tentang Allah. Selanjutnya dengan cara
hidup orang yang mengenal Allah yaitu tentang dasar untuk mengenal Allah,
ciri-ciri serta cara hidup secara praktis orang yang mengenal Allah.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Allah yang
telah mengaruniakan Anak-Nya untuk memberi hidup kepada setiap orang yang
percaya pada-Nya. Orang-orang yang mengenal Allah mempunyai perbedaan dengan
orang-orang yang tidak mengenal Allah. Orang yang tidak mengenal Allah
mempunyai cara hidup yang tidak berkenan di hadapan Allah dan dengan itu mereka
juga terjerat dalam perbuatan mereka sendiri sebagai akibat dari perbuatan itu.
Namun, orang yang mengenal Allah yang telah menerima pengajaran tentang Kristus
dan menjadi milik Allah, dituntut untuk meninggalkan cara hidup sebelum
mengenal Allah, dan mengenakan cara hidup yang baru, yang berkenan di hadapan
Allah dan yang dikehendaki oleh Allah. Pengenalan akan Tuhan harus
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ada banyak hal yang harus dihindari
dan dibuang, dan ada juga hal yang harus terus-menerus dibangun. Dengan itu,
maka karya Kristus itu sendiri dalam hidup orang percaya menjadi tercermin
dalam kehidupan sehari-hari.
B.
SARAN
Dari hasil
makalah yang telah dibuat, maka kelompok juga menguraikan beberapa saran dengan
tujuan mengaplikasikan hasil makalah kelompok dalam kehidupan orang percaya.
1.
Gereja
Gereja
adalah tubuh Kristus, baik secara organisme maupun secara organisasi. Gereja
harus mencerminkan jati dirinya sebagai tubuh Kristus yaitu dengan mengenakan
manusia baru. Dengan itu, apa yang dilaksanakan oleh gereja harus berlandaskan
kepada Kristus sebagai kepala. Dalam arti
bahwa gereja menjadi bertumbuh dengan menjadikan Kristus sebagai sentral
dalam segala hal, baik gereja secara organisasi dan gereja secara organisme.
Gereja juga harus mempunyai beban untuk melaksanakan tugas pemberitaan Injil,
karena dengan itu, orang yang tidak percaya dapat mendengar tentang Kristus dan
mengenal Tuhan.
2.
Misionaris
Misionaris
adalah orang-orang percaya yang terpanggil untuk memberitakan kabar keselamatan
dari Allah di dalam Kristus. Maka, tugas ini merupakan tugas yang harus
dilaksanakan. Jika tidak ada yang memberitakan Injil Allah, maka tidak mungkin
banyak orang yang mendengar tentang Injil itu. Oleh sebab itu, para misionaris
harus lebih sungguh-sungguh lagi dalam pemberitaan Injil.
3.
Mahasiswa Teologi
Sebagai
orang-orang yang telah dan sedang diperlengkapi, dan juga belajar tentang
kebenaran Allah, maka harus mencerminkan Kristus dalam segala pelayanan yang
dilakukan. Melalui pembentukan yang sedang dijalani mahasiswa, hidup yang lama
sedikit demi sedikit ditiggalkan dan dibuang sehingga mengenakan manusia baru,
dan benar-benar menjadi alat untuk kemuliaan Allah.
DAFTAR PUSTAKA
____________,
2000 Tafsiran Alkitab Masa Kini: Matius-Wahyu, Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Adina, Chapman
1995 Pengantar Perjanjian Baru, Bandung:
Yayasan Kalam Hidup
Douglas, J.D
2000 Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid I, Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Drewes, B. F.
2006 Kunci Bahasa Yunani Perjanjian Baru, Jakarta:
BPK Gunung Mulia
Duyverman, M.E
2000 Pembimbing kedalam Perjanjian Baru, Jakarta:
BPK Gunung Mulia
Groenen
OFM, C.
1984 Pengantar Kedalam Perjanjian Baru, Yogyakarta:
Kanisius
Guthrie, Donald
2010 Pengantar
Perjanjian Baru, Malang: Penerbit Momentum
Stott, John R.W.
2003 Efesus, Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF
Sutanto,
Hasan
2014 Perjanjian Baru
Interlinear dan Konkordansi Perjanjian Baru jilid I & II, Jakarta:
Lembaga Alkitab Indonesia
Tulluan, Ola
1999 Introduksi Perjanjian Baru, Malang: YPPII
Wenham, J. W.
1897 Bahasa Yunani Koine, Malang: Seminari
Alkitab Asia Tenggara
Komentar
Posting Komentar